Rabu, 07 Januari 2009

writing curriculum vitae


Jamhari Rihartanto

Jl. Siliwangi Gg. Tengsun No.10 Bekasi Timur 17114

Phone/HP : 021-96563336 / 08159634871

Email : j_rihartanto@plasa.com



Bekasi, Januari 10th 2009



To :

HRD MANAGER

BAHANA GALANG JAYA ,PT




Dear Sir,


With reference to your advertisement in Kompas newspaper for the post of a Marketing Staff, I am quite interested in the post you offered, and I would like to apply for the post.


I am twenty-seven years of age and used to work as an administrations & general affairs staff at contractors sipil company for two years. I graduated S1 Economic Management from University of Darma Persada Jakarta. Beside having two-years experience as an administrations & general affairs staff, I also used to work as Financial consultants where I got more experience in marketing insurance.


For your information, I enclose herewith my curriculum vitae, some important documents regarding my educational background and work experience, and photograph of mine.


Thank you very much for your attention and I hope you will consider my application for the abovementioned post.





Yours faithfully






Jamhari Rihartanto
















Sabtu, 03 Januari 2009

Lyrics


Lyric Menu


Please enable javascript to see this content.For you

I had a change of heart
But don't know where to start
What I'm about to say may surprise you

But now I see it clear
Life ain't always fair
What can you do?

When you don't wanna hurt him
'Cause you don't deserve him
And there's no other way

I'm breakin' down
I just can't take it anymore, oh, no
I won't let you go
You know I'm coming for you

No matter what it's gonna take
I gotta make this move
You're the one that I chose
You know I'm coming for you

And I just can't go another day
Without you next to me

Don't know what to say
Guess I'll take the blame
Eventually it was bound to happen

I know you played your part
I ain't tryin' to make it hard
But it's the right thing to do

When you don't wanna hurt him
'Cause you don't deserve him
And there's no other way

I'm breakin' down
I just can't take it anymore, oh, no
I won't let you go
You know I'm coming for you

No matter what it's gonna take
I gotta make this move
You're the one that I chose
You know I'm coming for you

And I just can't go another day
Without you next to me

Now that you know the truth
Just wanna be with you

Can't hold back, this is real

'Cause what we share, it's undeniable
Don't wanna hide no more
Here I am and I'm coming for you

I'm breakin' down
I just can't take it anymore, oh, no
I won't let you go
You know I'm coming for you

No matter what it's gonna take
I gotta make this move
You're the one that I chose
You know I'm coming for you

And I just can't go another day
Without you next to me

I'm breakin' down
I just cant take it anymore, oh, no
I won't let you go
You know I'm coming for you



Recommended Sites: [ Coming For You Lyrics ] [ Coming For You Tabs ] [ JoJo Lyrics ] [MP3 Lyrics] [Absolute Lyrics]













Coming For You Lyrics
Songwriters: Simmons, Lisa; Serrano, Edwin; Alex; Richard, Francesca; Kenneth;

Complimentary "Coming For You"

Coming For You Music Video

Other singles

Related Artists














club stories

Cerita.Dongeng.INFO


Dongeng sebelum tidur, mimpikan hal yang indah sebelum terlelap (wayang : dongeng)


Home

About

Forum

Undangan

Tutorial


Teman Chattingku


Sebelumnya, kuperkenalkan diriku dulu. Namaku Yeni. Aku lahir dan dibesarkan di kota Bandung.

Usiaku 33 tahun, aku bekerja di sebuah bank swasta di Jalan Asia Afrika, Bandung. Saat ini aku

hidup sendiri. Aku pernah menikah, kurang lebih selama empat tahun. Pernikahanku tidak dikaruniai

anak. Aku bercerai, karena suamiku berselingkuh dengan rekan bisnisnya.


Untuk mengusir kejenuhan dalam kesendirianku selama kurang lebih satu tahun setengah, aku selalu

menghibur diriku dengan membaca. Kadang aku chatting, akan tetapi aku tidak berharaf untuk bertemu

dengan teman chatting-ku. Aku masih trauma akibat perlakuan suamiku terhadapku.


Aku kenal beberapa orang teman chatting yang asyik untuk diajak bercanda ataupun berdiskusi

salah satunya adalah Ferdy. Dia anak kuliahan, semester akhir di perguruan tinggi swasta di Bandung.

Ferdy merupakan teman chatting-ku yang pertama kali yang pernah bertemu denganku.


Pada awal perkenalannya aku kurang respek terhadapnya, karena email-nya saja menyeramkan,

dapat pembaca bayangkan, cari_ce_maniax@***.** (edited). Tapi entah angin apa yang membuatku

penasaran untuk bertemu dengannya, padahal aku baru sekali chatting dengannya. Cerita selanjutnya

adalah pertemuan pertamaku dengan Ferdy yang berakhir ke sebuah hotel di sekitar jalan Setiabudi.


Hari itu, Sabtu tanggal 16 Juni 2001, aku berjanji untuk bertemu dengan Ferdy di sebuah

cafe di belakang BIP pukul 16.00. Aku sengaja datang lebih awal sekitar pukul 15.45, dan memilih

tempat yang agak ke pojok agar aku dapat melihat dia terlebih dahulu. Aku memesan minuman,

dan mataku tertuju terus ke arah pintu masuk cafe.


Sambil menunggu Ferdy datang, aku memperhatikan orang di sekelilingku. Aku merasa risih sekali,

karena ada anak muda (usianya sekita 25 tahunan) yang duduk sendirian di meja sebelahku

memperhatikan terus sejak pertama aku masuk cafe. Tapi aku cuek saja. Tepat pukul 16.00,

anak muda itu menghampiri diriku dan memperkenalkan dirinya. Namanya Ferdy.


Aku kaget sekali, karena tidak pernah kubayangkan sebelumnya bahwa Ferdy itu masih muda.

Dia masih sangat muda, padahal ketika chatting, dia mengaku berusia 35 tahun. Dan

tentunya juga, selama aku berkomunikasi melalui telepon, suara Ferdy kelihatan seperti

seorang bapak-bapak dan sangat dewasa sekali. Aku sangat grogi. Untuk menghilangkan

rasa grogi, kupersilakan Ferdy duduk dan memesankan minuman.


“Maaf Bu Yeni, saya berbohong kepada Ibu. Saya mengaku berusia 35 tahun, padahal usia

saya tidak setua itu. Tentunya juga, saya mohon maaf tidak memakai pakaian yang saya janjikan.

Saya harus panggil siapa nih? Ibu atau Mbak atau Tante atau siapa ya?”

“Yeni saja deh, biar lebih akrab,” jawabku.

Selanjutnya Ferdy bercerita, kenapa dia berbohong usia, juga aktifitasnya sehari-hari,

begitu juga aku menceritakan aktifitasku dan kehidupan sehari-hariku. Aku tidak menyangka

dari cara dia berkomunikasi sangat dewasa dan banyak dibumbui dengan kata-kata humor,

sehingga aku dibuat terpingkal-pingkal olehnya.


Tidak terasa, waktu bergulir dengan cepat. Sekitar pukul 5 sore, Ferdy mengajak nonton bioskop di BIP.

Aku tidak sungkan-sungkan, langsung mengiyakan saja. Sepulang nonton sekitar jam 7 malam, aku

mengantarkan Ferdy pulang dengan Baleno-ku ke daerah Cihampelas. Ditengah perjalanan

Ferdy mengajakku main ke Ciater. Aku sih tidak masalah, karena di rumah pun aku hanya tinggal

sendirian.


Di daerah Lembang kami beristirahat dulu dan bercengkrama sambil menghabiskan minuman

dan jagung bakar. Tidak terasa jam sudah menunjukkan pukul 11.30 malam. Akhirnya niat ke

Ciater kubatalkan saja. Aku mengajak Ferdy pulang saja. Dia pun mengiyakannya.


Sepanjang perjalanan pulang ke Bandung, Ferdy mulai agak-agak nakal. Sambil bercerita,

dia sudah berani mengelus-elus tanganku ketika aku sedang memindahkan perseneling.

Pada awalnya kutepis, tapi bandel juga ini anak. Dia tidak pernah kapok, walau kutepis berkali-kali.

Karena bosan dan tidak ada hasilnya kalau kularang, maka kubiarkan dia mengelus-elus tanganku.


Aku akui, elusannya itu membuat hatiku berdebar lebih cepat dari biasanya. Bahkan semakin

lama elusannya semakin ganas, dan sudah mulai berani mengelus pahaku. Kubiarkan saja,

dan aku tetap konsentrasi menyetir mobil. Entah karena suasana yang mendukung, karena

kami hanya berdua-duaan, ataukah karena kesepianku selama ini, karena sudah lama tidak

dielus laki-laki. Aku membiarkan tangannya beraksi lebih jauh. Aku mulai merinding, dan darahku

serasa panas menjalar seluruh tubuhku. Semakin lama, Aku semakin menikmati elusan tangannya.


Sekarang Ferdy sudah sangat berani! Dia sudah berani memegang payudaraku. Aku mulai

terangsang. Aku sudah tidak kuat lagi merasakan elusan tangannya. Akhirnya mobil kupinggirkan.

Aku tanyakan Ferdy, kenapa dia berani memperlakukanku seperti itu, padahal dalam hati aku

pun menginginkannya. Dia minta maaf, tapi tangannya tetap tidak mau lepas dari payudaraku.

Aku tak kuasa menahan rangsangannya. Akhirnya kubalas elusan tangannya dengan sebuah

ciuman di keningnya. Aku tidak menyangka dia menarik tubuhku, dan menciumi bibirku.

Dia melumat bibirku, sampai-sampai aku sulit untuk bernafas.


Dia mulai berani menyelusupkan tangannya di kaos ketat unguku. Aku biarkan saja. Sungguh

permainan yang indah, mulutku sudah tersumpal oleh lidah Ferdy, dan tangannya pun begitu

terampil mengelus-elus payudaraku. Bahkan putingku pun sudah dia elus.

Aku melenguh, “Sh.. ah.. sh.. ah.. sh.. ah..”


Tangan kirinya mulai turun ke arah pangkal pahaku. Aku geli sehingga menggerinjal. Tangannya

mulai membuka reseletingku perlahan-lahan. Detik demi detik kurasakan tangannya mulai mengelus

kemaluanku. Aku semakin keras mengeluarkan suara. Dan akhirnya aku kaget, ketika ada sebuah

mobil dengan kecepatan tinggi dari arah berlawanan, menyorotkan sinar lampunya. Konsentrasiku

buyar. Aku lalu membereskan reseletingku dan kaos ketat unguku. Begitu juga Ferdy.

Akhirnya permainan yang berlangsung sekitar setengah jam itu har

us berakhir karena sorotan lampu mobil yang lewat tadi. Di sekitar selangkanganku terasa basah.


“Yeni, maafin Ferdy ya. Telah berlaku kurang ajar sama Yeni.”

“Nggak apa-apa koq Fer. Tapi saya bingung, kenapa koq kamu berani berbuat seperti itu

kepada saya. Padahal kamu kan 8 tahun lebih muda dari saya.”

“Nggak tahu deh, Yen. Mungkin saya mulai menyukaimu sejak pertemuan kita di Cafe.”

“Gombal ah..” kataku agak manja.

“Aku geli banget lho, waktu kamu elus tadi. Mungkin karena aku baru merasakan lagi

sentuhan pria, ya Fer. Kalau boleh aku jujur, baru kali ini, ada cowok yang menyentuh

aku lho Fer. Sejak perceraian aku dengan suami satu setengah tahun yang lalu.”

“Sudahlah Yen, jangan ngomongin perceraian, nanti kamu sedih. Mendingan kita

melanjutkan perjalanan deh..”


Aku melanjutkan perjalanan dengan berbagai gejolak perasaan dan kenikmatan yang baru

aku raih bersama Ferdy. Sambil aku menyetir mobil, Ferdy tidak lupa mengelus pahaku juga payudaraku.

“Yen, bagaimana kalau kita berhenti dulu di hotel. Biar kita bisa lebih tenang melakukannya.”

Aku bingung, antara mengiyakan dan tidak. Jujur saja, aku ingin merasakan lebih jauh

lagi dari elusan lembutnya itu. Tapi aku ragu dan malu. Akhirnya kuputuskan, mengiyakan ajakkannya.


Sesampainya di kamar Hotel “S” di sekitar Setiabudi, Ferdy tidak memberikan

kesempatan untukku beristirahat. Dia langsung memelukku dan melumat bibirku.

Aku gelapan dan tidak kuasa menolaknya ketika Ferdy mulai mebuka kaos ketat unguku dan

membuka celana panjangku. Aku disuruhnya duduk di atas meja. Dengan elusan tangannya,

Ferdy telah membuka bra-ku yang berukuran 36B dan celana dalamku. Dia semakin beringas,

bagaikan macan kelaparan. Ferdy mulai menciumi lubang kewanitaanku.

“Ah.. uh.. ah.. uh.. ah.. teru..s Fer.. Ah.. Enaa..k ah.. uh shh.. shh.. uh..”

Rasanya tidak terlukiskan, badanku menggeliat-geliat bagai ulat kepanasan. Lidah

Ferdy merojok-rojok vaginaku dan menjilat klitorisku yang sebesar kacang kedelai.


Lalu kubuka kemeja dan celana jeansnya Ferdy. Kaget! Ternyata “barang”-nya Ferdy

sudah keluar melewati celana dalamnya. Kelihatan ujungnya memerah. Aku takut, apakah

lubang kewanitaanku muat untuk “barang”-nya Ferdy.


Sudah terasa satu jari dimasukkan ke dalam lubang kewanitaanku. Dikeluar-masukkannya j

ari itu dan diputar-putar. Digoyang ke kanan dan kiri. Satu jari dimasukkannya lagi. Terasa sakit,

tapi nikmat. Mungkin masih penasaran, Ferdy memasukkan jarinya yang ketiga.

Dikeluar-masukkan, digoyang kiri kanan. Nikmat sekali. Sedangkan tangan kirinya membantu

membuka lubang kewanitaanku untuk mempermudah memasukkan jari-jari kanannya.

“Ah.. uh.. ah.. sh.. uhh.. shh.. terus Fer.. aduh.. nggak kuat Fer.. Aku mau keluar nih..”

Akhirnya aku basah. Aku tersenyum puas.


“Sekarang gantian ya, jilatin punyaku dong Yen..” Ferdy memohon kepadaku.

“Iya Fer, tapi punyamu panjang, muat nggak ya..?” jawabku.

“Coba saja dulu, Yen. Nanti juga terbiasa.”

“Auh.. aw.. jangan didorong dong Fer, malah masuk ke tenggorokkanku, pelan-pelan saja ya.

Punyamu kan panjang.”


Sekitar lima belas menit kemudian erangan Ferdy semakin menjadi-jadi.

“Ah.. uh.. oh.. ah.. sh.. uh.. oh.. uh.. ah.. uh..”

Kuhisap semakin kuat dan kuat, Ferdy pun semakin keras erangannya. Ferdy mulai ingat,

tangannya bekerja lagi mengelus vaginaku yang mulai mengering, basah kembali.

Mulutku masih penuh kemaluan Ferdy dengan gerakan keluar masuk seperti penyanyi karaoke.


“Sudah dulu Yen, aku nggak tahan.., masukkin saja ke punyamu ya..?” pinta Ferdy.

Aku hanya menganggukkan kepala saja, sambil berharaf-harap cemas apakah punyaku

muat atau tidak dimasuki kepunyaannya Ferdi. Kedua kakiku diangkat ke pundak kiri

dan kanannya, sehingga posisiku mengangkang. Dia dapat melihat dengan jelas kemaluanku

yang kecil namun kelihatan gemuk seperti bakpau.


Kulihat dia mengelus kemaluannya, dan menyenggol-nyenggolkan pada kemaluanku,

aku kegelian. Dibukanya kemaluanku dengan tangan kirinya, dan tangan kanan menuntun

kemaluannya yang besar dan panjang menuju lubang kewanitaanku. Didorongnya perlahan,

“Sreett..,” dia melihatku sambil tersenyum dan dicobanya sekali lagi. Mulai kurasakan ujung

kemaluan Ferdy masuk perlahan. Aku mulai geli, tetapi agak sakit sedikit. Mungkin karena

lubang kewanitaanku tidak pernah lagi dimasuki kemaluan laki-laki. Ferdy melihat aku meringis

menahan sakit, dia berhenti dan bertanya.

“Sakit ya..?”

Aku tidak menjawab, hanya kupejamkan mataku ingin cepat merasakan kemaluan besarnya itu.


Digoyangnya perlahan dan, “Bleess..” digenjotnya kuat pantatnya ke depan hingga aku menjerit, “Aaauu..”

Kutahan pantat Ferdy untuk tidak bergerak. Rupanya dia mengerti kemaluanku agak sakit, dan

dia juga ikut diam sesaat. Kurasakan kemaluan Ferdy berdenyut dan aku tidak mau ketinggalan.

Aku berusaha mengejang, sehingga kemaluan Ferdy merasa kupijit-pijit. Selang beberapa saat,

kemaluanku rupanya sudah dapat menerima semua kemaluan Ferdy dengan baik dan mulai berair,

sehingga ini memudahkan Ferdy untuk bergerak. Aku mulai basah dan terasa ada kenikmatan mengalir

di sela pahaku. Perlahan Ferdy menggerakkan panta

tnya ke belakang dan ke depan. Aku mulai kegelian dan nikmat. Kubantu Ferdy dengan ikut

menggerakkan pantatku berputar.


“Aduuhh.., Yeni..,” erang Ferdy menahan laju perputaran pantatku.

Rupanya dia juga kegelian kalau aku menggerakkan pantatku. Ditahannya pantatku kuat-kuat

agar tidak berputar lagi, justru dengan menahan pantatku kuat-kuat itulah aku menjadi geli dan

berusaha untuk melepaskannya dengan cara bergerak berputar lagi, tapi dia semakin kuat

memegangnya. Kulakukan lagi gerakan berulang dan kurasakan telur kemaluan Ferdy menatap

pantatku licin dan geli. Rupanya Ferdy termasuk kuat juga, berkali-kali kemaluannya mengocek

kemaluanku masih tetap saja tidak menunjukkan adanya kelelahan bahkan semakin meradang.


Kucoba mempercepat gerakan pantatku berputar semakin tinggi dan cepat, kulihat hasilnya

Ferdy mulai kewalahan, dia terpengaruh iramaku yang semakin lancar. Kuturunkan kakiku

menggamit pinggangnya, dia semakin tidak bergerak berputar lagi, tapi dia semakin kuat

memegangnya. Kuturunkan kakiku menggamit pinggangnya, dia semakin tidak leluasa

untuk bergerak, sehingga aku dapat mengaturnya. Aku merasakan sudah 4 (empat) kali

kemaluanku mengeluarkan cairan untuk membasahi kemaluan Ferdy, tetapi Ferdy belum keluar juga.


Kupegang batang kemaluan Ferdy yang keluar masuk liang kewanitaanku, ternyata masih

ada sisa sedikit yang tidak dapat masuk ke liang senggamaku.

Aku pun terus mengerang keasyikan, “Auh.. auh.. terus Fer.. auh.. Ena..k Fer.. Ugh.. ah..

lebih cepat lagi Fer.. ugh.. ah.. sshh.. uh.. oh.. uh.. ash.. sshh..”

“Kecepek.., kecepek.., kecepek..,” bunyi kemaluanku saat kemaluan Ferdy mengucek habis di dalamnya.

Aku kegelian hebat, “Yeni.. aku mau keluar, Tahan ya..,” pintanya menyerah.


Tanpa membuang waktu, kutarik kemaluanku dari kemaluannya, kugenggam dan dengan

lincah kumasukkan bonggol kemaluan tersebut ke dalam mulutku, kukocok sambil kuhisap

kuat-kuat, kuhisap lagi dan dengan cepat mulutku maju mundur untuk mencoba merangsang

agar air maninya cepat keluar. Mulutku mulai payah tapi air mani yang kuharapkan tidak juga

keluar. Kutarik kemaluan dari mulutku, Ferdy tersenyum dan sekarang telentang. Tanpa

menunggu komando, kupegang kemaluannya, kutuntun ke lubangku dengan aku mendudukinya.

Aku bergerak naik turun, dan dia memegang susuku dengan erat. Tidak lama kemudian

ditariknya tubuhku melekat di dadanya, dan aku juga terasa panas.


“Sreet.., sreett.., sreett..,” kurasakan ada semburan hangat bersamaan dengan

keluarnya pelicin di kemaluanku, dia memelukku erat demikian pula aku.

Kakinya dijepitkan pada pinggangku kuat-kuat seolah tidak dapat lepas. Dia tersenyum puas.

“Yeni.., aku baru merasakan kemaluan seorang wanita. Kamu adalah wanita pertama yang

merenggut bujanganku. Aku selama ini paling banter hanya melakukan peting saja.

Sungguh luar biasa, enak gila, kepunyaanmu memijit punyaku sampai nggak karuan

rasanya, aku puas Yen..”

“Aahh kamu bohong, masa seusiamu baru pertama kali melakukan kayak beginian,” manjaku.

Dia hanya tersenyum dan kembali mengulum bibirku kuat-kuat.


“Sumpah, Yen..! Apakah kamu masih akan memberikannya lagi untukku..?” tanyanya.

“Pasti..! Tapi ada syaratnya..,” jawabku.

“Apa dong syaratnya, Yen..?” tanyanya penasaran.

“Gampang saja, asal kamu bisa kuat seperti tadi. Atau nanti saya kasih pil untuk kamu ya,

biar lebih kuat lagi..!”

“Oke deh.. Mandi bareng yuk, Yen..” ajaknya.

Dan kami pun mandi bersama, dan sekali lagi Ferdy memberikan kepuasan yang selama

ini tidak kudapatkan selama kurang lebih satu setengah tahun.


Aku bersiap-siap pulang. Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 8 pagi.

Aku langsung check out menuju Cihampelas mengantarkan Ferdy pulang. Mobil keluar

hotel dengan berjalan perlahan.

Sepanjang perjalanan aku berfikir, “Kok bisa-bisanya aku mmberikan sesuatu hal yang

aku jaga selama ini, padahal Ferdy baru pertama kali bertemu denganku. Sekaligus juga

aku membayangkan kapan lagi aku dapat memperoleh kepuasan dari Ferdy.”


Kini tangan Ferdy menempel pada pahaku, dan tanganku menempel di celananya.

Sesekali Ferdy menyandarkan wajahnya ke dadaku dan jari nakal Ferdy mulai beraksi

dengan manja. Kurasakan gumpalan daging kemaluan Ferdy mulai mengeras lagi,

dia tersenyum melihatku. Akhirnya tidak terasa aku sudah sampai di Cihampelas,

dan menurunkan Ferdy. Selanjutnya aku pulang ke rumahku di sekitar Sukarno-Hatta.


TAMAT


Posted On http://cerita.dongeng.info/kisah/teman-chattingku/


SEMUA LINK DOWNLOAD GAMBAR DAN FILM HANYA BISA DIAKSES OLEH MEMBER,

BURUAN JOIN DISINI KARENA CERITAPUN NANTINYA HANYA BISA DIAKSES MEMBER

(LINK DOWNLOAD UNTUK FOTO DALAM BENTUK ZIP, JADI KALIAN GA PERLU DOWNLOAD

GAMBAR SATU PERSATU)


Leave a Comment


You must be logged in to post a comment.


Trackback this post | Subscribe to the comments via RSS Feed




Calendar


Mar-07

M

« Feb


5

12

19

Biografi Sexual





Pengarang : mayasanti
Tanggal : 4 januari 2009
Jenis : Ekshibisionis
Rating : Bagus Sekali

Sinopsis: Maya dan tiga orang sahabat karibnya (Aluh, Anik, dan Ririn) mempunyai kegemaran yang agak nyentrik, yaitu mempertontonkan kemolekan tubuhnya di depan pria! Awalnya sih hanya di dalam kelas saat sedang ganti pakaian, tapi kemudian mereka berencana mempertontonkan tubuh mereka di depan kakaknya Anik saat mereka sedang masturbasi.

Namaku Maya santi Putri. Teman-temanku memanggilku Maya. Atau kalo lagi gaul biasa dipanggil Maya, biar lebih ngegaya. Usia ada di mid twenty. Body nggak sexy-sexy amat: 165 cm / 55 kg, rambut sebahu. Ukuran dada-pinggul? Sampe saat ini biarlah cowok saya (dan temen deket yang nanti saya ceritain) yang tahu.

Yang mau saya bagi untuk teman-teman adalah pengalaman saya yang paling pribadi, semacem cerita biografi sexual saya, kegatelan-kegatelan saya, dan kegenitan masa ABG saya (dan beberapa rekan gang cewek saya). Tentu saja banyak detail yang sudah terlupakan, maklum sudah bertahun-tahun yang lampau.

Semuanya berawal di th. 1995, saat saya naik kelas 2 SMA di kota S, saat saya berjumpa dengan sahabat-sahabat (Aluh yang paling sexy dan paling nekat, Anik yang cuek, dan Ririn yang pemalu). Kami berempat kebetulan memiliki keingintahuan dan kegatelan yang sama tentang masalah hubungan pria dan wanita. Kami mulai sadar bahwa cowok-cowok mengarahkan pandangan kepada kami, dan kami menyukai hal tersebut. Sering kali kami saling bercerita bagaimana si A mencuri-curi pandang pinggul Aluh, atau si B yang menjulurkan lehernya berusaha mengintip belahan dadaku saat aku membungkuk untuk mengambil bolpoin jatuh, atau Ririn yang diintip ketiaknya waktu membenahi ikat rambutnya. Merupakan kebanggaan jika ada cowok yang difavoritkan di kelas kami mencuri pandang ke arah kami.

Kadang kami juga suka memancing perhatian, baik dengan berbusana seksi atau bertingkah laku menggoda. Misalnya menggunakan rok ketat dari bahan kaus yang mencetak pantat dengan jelas. Atau menggeliat dengan menarik tangan ke atas dan menekuk punggung untuk sekaligus memamerkan lekukan pantat dan payudara.

Salah satu kesukaan kami adalah acara ganti baju sebelum dan sesudah olahraga. Beberapa kali, tentu saja dengan mengunci pintu kelas sebelumnya, kami berempat dan beberapa cewek lain, nekat ganti baju di kelas. Satu persatu seragam kami berlolosan hingga tinggal bra dan celana dalam, sebelum berganti pakaian olah raga. Kami saling memperhatikan dan memperbandingkan kehalusan kulit, memperbincangkan model bra transparan yang dipakai si D, atau celana dalam Winnie the Pooh nya si Y. Dua tiga kali kejadian ada cowok yang mencuri lihat lewat lubang kunci, yang tentu saja kami tahu melalui bayang-bayangnya di celah bawah pintu. Namun kami cuek saja, berpura-pura tidak terjadi sesuatu. Malahan beberapa dari kami (termasuk saya) secara provokatif berpura-pura mengobrol sambil duduk di atas bangku, sambil membiarkan si pengintip menikmati tubuh kami. Bahkan pernah sekali saya dan Aluh pernah sengaja mencopot bra, lalu mengoles krim pelembap di dada, sambil sesekali melirik ke arah pintu berdoa semoga cowok itu masih di situ. Temen-temen cewek lain tertawa cekikikan sambil memuji kenekatan kami. Dan itu, pertama kalinya di kelas kami ada adegan seperti itu. Dan setelah itu beberapa teman cewek mulai berani meniru melepas bra di depan teman cewek yang lain, meski belum sampai taraf kenekatan Aluh dan saya.

Meski pernah mempertontonkan tubuh dan sering berakting seksi, kami berusaha untuk tidak terkesan murahan. Kami dengan cerdiknya memancing cowok untuk melirik dan menikmati indahnya lekuk tubuh kami, tanpa bermaksud menantang mereka. Pergaulan sehari-hari berjalan seperti biasa. Pancingan-pancingan omongan dari cowok nekat jelas nggak kami tanggapin. Prinsipnya, kagumilah kami. Lebih dari itu, no way.

Kegatelan kami semakin memperoleh penyalurannya di semester 4. Diawali dari Anik yang memperoleh buku porno dari seorang teman cowok, yang segera beredar di antara kami. Masih teringat jelas bagaimana sang tokoh merendam 'barang'nya dengan teh basi setiap pagi sore untuk memperkokoh ototnya, bagaimana sang cewek tokoh utama kesakitan dan kemudian menikmati diperawani, bagaimana sang tokoh cowok menggoda dan menyetubuhi tetangganya, dan seterusnya. Beberapa kali kami mendiskusikan cerita itu. Tiap kata dan kalimat di buku itu membuat kami semakin penasaran.

Pada suatu hari, Anik kembali membikin 'ulah' dengan menawari tontonan vcd porno. Katanya sih dia ambil dari kamar kakaknya yang udah kuliah. Berhubung kami masuk siang, kami punya banyak waktu buat nonton di pagi hari. Kebetulan bapak ibu Anik bekerja, jadi kami tinggal atur waktu pas kakaknya kuliah. Dan di suatu hari Jumat pagi, kami berempat untuk pertama kalinya menonton vcd porno, pertama kali kami melihat penis menembus vagina, pertama kali melihat cewek mengulum penis, bagaimana clitoris digelitik dengan jari atau lidah, pertama kali melihat indahnya penis meludahkan cairan putih kental. Dan reaksi kami... awalnya terpana, terpaku, tenggorokan kering, dan kemudian cekikikan, dan saling berkomentar seperti "Gimana ya rasanya?" (waktu adegan oral atau adegan cowok menebar benihnya di mulut pasangannya). "Wii... banyaknya..." atau "Enak ya, mas?" (adegan keluarnya air mani), "Mmm... pengeeen..." (adegan cewek orgasme), "Ayoo... tembak, mas..." (adegan cowok mo ngeluarin benihnya).

Dan itu adalah bekal saya untuk mengexplorasi tubuh saya sendiri. Di malam hari, setelah belajar, saya belajar untuk menyentuh tubuh saya, merangsang puting susu berdiri dengan rabaan ringan, cubitan lembut, atau dengan sentuhan ujung jari yang dibasahi dengan air ludah. Kemudian mencari-cari titik-titik di sekitar paha yang membuat 'greng' bila disentuh, menikmati gesekan pantat dan bantal, mempertemukan paha dan guling, meremas pantat sendiri. Dan tak terlewatkan, sentuhan di daerah kewanitaan.

Belaian di bibir luar, sentuhan ringan di klitoris, pelan-pelan membelai seputar liang persetubuhan, sambil berhati-hati untuk tak masuk terlalu dalam agar keperawanan tetap utuh. Mmmmh... orgasme-orgasme pertamaku. Bagaimana otot-otot daerah paha dan pinggul secara tiba-tiba terasa menegang, rasa lemas itu, rasanya takkan terlupakan.
Hari-hari berikutnya aku belajar bahwa sentuhan di puting akan membuat orgasme makin kuat, bahwa orgasme dengan posisi terlentang sambil meregang punggung atau mengangkat kaki terasa lebih nikmat, bahwa dengan gesekan guling orgasme bisa didapat. Posisi tengkurap, terlentang, miring, duduk di kursi, bahkan berdiri sudah pernah kucoba. Telapak tangan, ujung jari, guling, bantal, kain lembut licin (semacam satin atau sutra), mug, atau es batu, pernah mengelus puting, membelai pinggang, menggelitik pantat, dan menyentuh pusat kenikmatanku. Kupelajari juga kalo benda dingin lebih dapat membuat syaraf kenikmatanku lebih terbuka.

Pengalaman menarik ini tentu saja kubagi dengan gank-ku. Anik dan Ririn cuma berani pakai guling. Aluh, yang memiliki kegatelan sama denganku, menganjurkan Anik dan Ririn untuk belajar menyentuh daerah kewanitaannya. Dan tanpa basa-basi, Aluh mengajak kami berempat untuk melakukan pesta 'self service'. Acara direncanakan Sabtu pagi, di rumah Anik.

Sabtu pagi kami berempat udah ada di rumah Anik sekitar jam 7 pagi. Sebentar kemudian, mas K (kakak Anik) pergi, katanya mo maen tenis. Setelah itu, Anik menyiapkan kamarnya buat acara "have fun" kami berempat. Ririn bilang kalo ia sedikit gemetaran. Sementara Anik sibuk mengecek kunci pintu, menjaga agar pembantu tidak masuk sembarangan. Atas usul Anik, kami saling membuka baju satu sama lain sambil membayangkan cowok favorit kami yang melakukannya. Aluh mulai dengan melucuti baju, rok, dan bra Ririn, sementara saya dan Anik cekikikan menonton. Nampak sekali kalo Ririn gemetar, sentuhan nakal Aluh di puting membuat Ririn beringsut mundur, lalu menolak untuk dilepas celana dalamnya. Lalu aku dapat giliran ditelanjangi oleh Anik. Cuek saja, sambil memejamkan mata, aku nikmati sentuhan jari Anik di puting, pinggang, lalu pantat. Setelah itu giliran Anik 'digarap' Aluh, yang dengan berani mengelus pangkal paha Anik. Terakhir Aluh yang kutelanjangi, lalu kubelai putingnya yang mulai berdiri, kucubit lembut putingnya, kuremas pantatnya. Pokoknya semua jenis sentuhan yang pernah kurasakan kupraktikkan ke tubuh Aluh, yang nampaknya menyukainya. Aluh sempat memintaku untuk menyentuh kewanitaannya. Namun karena risih, kutolak permintaannya. Berikutnya kami berempat masing-masing mencari posisi yang enak, kemudian terbang ke alam khayalan. Setelah melewati puncak, kulayangkan pandangan ke Aluh, Ririn, dan Anik. Ternyata aku termasuk paling cepat mencapai klimaks, sehingga aku sempat melihat gaya sahabat-sahabatku merangsang diri. Satu persatu mereka mencapai puncak dengan gayanya sendiri-sendiri. Aluh terlentang, tangan kanan di pangkal paha tangan kiri mengusap dada. Ririn telungkup menjepit bantal. Sementara Anik duduk bersandar di tembok dengan kaki dilipat merangsang pangkal pahanya dengan kedua tangan.

Setelah semua 'sadar', kembali kami saling bercerita kenikmatan kami, saling berbagi teknik belaian dan informasi area 'greng', dan tentu saja, saling becanda seperti biasanya.

Tiba-tiba terdengar suara gerbang dibuka. Kami mengintip melalui jendela. Ternyata mobil kakak Anik (mas K) masuk garasi. Sejenak kami kebingungan, namun Anik langsung menutup gordin. Jadi kami nggak usah buru-buru berpakaian.

Sekonyong-konyong Aluh punya ide gila. Teringat waktu mengekspos dada di kelas, Aluh usul untuk bikin acara semacem itu dengan sasaran kakaknya Anik. Aku langsung setuju. Keinginan untuk dinikmati dan dikagumi muncul kembali dalam dadaku. Anik setuju dengan catatan dia nggak mau telanjang bulat. Ririn setuju dengan syarat yang sama. Kalo aku, justru pengen nunjukin miss V-ku, apalagi kepada cowok sekeren kakaknya Anik. Lalu kami ngebahas gimana pelaksanaannya. Kata Anik, setiap Sabtu kakaknya akan keluar sekitar jam 7 pagi buat latihan tenis, terus pulang sekitar jam 9 pagi. Karena kamar Anik di tepi jendela samping dekat garasi, kami punya kesempatan pamer pas mas K lewat jendela habis masukin mobil ke garasi. Rencananya, jendela dibuka, tapi gordin ditutup dengan disisakan celah di tepi jendela buat ngintip. Posisi juga udah diatur, Aluh di atas ranjang. Aku di karpet di bawah, bersama Anik. Ririn duduk di kursi belajar, membelakangi jendela. Dia sempat protes, entar nggak bisa liat expresi mas K, dong. pemecahannya gampang, taruh cermin di atas meja belajar, biar bisa liat mas K. Di karpet juga ditaruh satu cermin, kalo-kalo aku ato Anik tiba-tiba malu trus pengen membelakangi jendela. Sebelum pulang, Anik usul agar kami bawa kosmetik buat dandan sedikit, biar tambah cakep. Aluh dan aku sepakat untuk mencukur miss V sehari sebelumnya, agar lebih keren dan bisa kelihatan lebih jelas.

Dan hari Sabtu berikutnya, jam 7 pagi kami udah standby di rumah Anik. Kali ini agak lain. Semua terlihat nervous. Ririn terlihat pucat, Anik juga. Tanganku gemetaran. Maklum, ini pertama kalinya daerah paling pribadi kami berempat akan dilihat seorang pria. Cuma Aluh yang santai. Dia juga yang ngajakin kami berempat untuk mandi bareng biar fresh dan keliatan seger. Jadilah kami mandi bareng. Ternyata bukan cuma aku dan Aluh yang mencukur bulu miss V, Ririn dan Anik juga, padahal mereka rencana semula mereka nggak mau telanjang. Malu-malu, Ririn bilang kalo aja berubah pikiran pengen pamer, 'kan keren. Anik idem. Abis mandi kami langsung dandan seperlunya, biar tambah cakep.

Jam 8 lewat udah siap. Kami berempat cuma pake baju atas plus celana dalam, rok dan bra ditinggal. Anik dan Ririn pake G string, biar bisa pamer pantat tanpa melepas celana. Aku dan Aluh manas-manasin biar mereka mau copot celana juga. Entar nyesel lho. Jawabannya nyantai: entar deh gimana. Trus nungguin. Anik membuka jendela, terus menutup gordyn, tak lupa menyalakan semua lampu yang ada. Atas usul Anik, sambil nunggu, kami mulai merangsang diri untuk pemanasan. Sesekali kami bergantian melongok ke jendela, mengecek apa "calon penonton" sudah datang.

Jam 9 kurang sedikit terdengar suara pintu gerbang dibuka. Aku dan Aluh melongok ke jendela, mastiin mas K yang datang. Ternyata bener. Aku buka gordyn sekitar 20 senti-an, trus lepas celana dalam dan melepas semua kancing baju, lalu baring-baring di karpet. Aluh udah telanjang bulat di atas ranjang sambil mengusap-usap putingnya. Anik dan Ririn juga udah mulai. Aku baring-baring santai sambil pelan-pelan membelai putingku.
Sesaat kemudian, mas K lewat dan, pas sekali, menoleh ke arah kamar Anik. Aku pura-pura memejamkan mata, trus asyik dengan putingku. Pelan-pelan tanganku turun ke daerah paha. Mataku yang terpejam kubuka kecil, mau liat reaksi mas K. Ternyata dia lagi liat ke arah Aluh. Ah, sial bener. Saat ujung jariku menyentuh clitorisku, secara refleks aku mengerang, ternyata menarik perhatian mas K. Dan... dia melihatku, tepat saat aku membuka lebar kedua kakiku. Aku tambah semangat. Dadaku berdegup kuat sekali. Pelan-pelan kutekuk kedua kakiku, lalu kuangkat pinggulku, agar miss V ku dapat dilihat lebih jelas. Aku bersyukur dapat posisi di bawah, dekat jendela karena mas K dapat langsung melihat ke arahku. Aku naik turunkan pinggulku, sambil sesekali memicingkan mata mengintip mas K yang nampak sekali menyukai show ku. Dan acara itu ditutup dengan orgasme yang nggak akan kulupakan seumur hidupku: orgasme pertamaku didepan seorang pria!! Saat kubuka mataku, tanpa sengaja tepat saat mas K melihat ke arahku. Mas K tersenyum dan mengacungkan jempolnya ke arahku. Wow... dia suka. Meski dalam hati aku merasa lega dan bangga, namun aku pura-pura tidak melihat. Aku pelan-pelan mengancingkan bajuku. Kedua kakiku masih kubiarkan terentang lebar, sambil berharap semoga mas K melihat ke arah bagian tubuhku yang paling pribadi.

Kulayangkan pandangan ke seputaran kamar. Ternyata, lagi-lagi aku yang pertama mencapai puncak. Tak lama menyusul Anik dengan posisi terlentang dan kedua kaki diangkat ke dinding. Aluh berikutnya, terlentang di atas ranjang, kedua kaki diangkat. Dan terakhir Ririn, si pemalu, yang dengan berani melorotkan celananya sampai sebatas paha dan membungkuk ke arah meja. Miss-V nya mengintip di antara sepasang pantatnya yang putih. Keliatan juga dia terus memandang ke arah cermin di atas meja, memperhatikan mas K.

Setelah semua mencapai puncak, kulirik jendela, mas K udah nggak keliatan lagi. Aku tersenyum ke arah Anik, lalu ke Ririn, mengacungkan jempol tanda sukses. Aluh tersenyum mantap, berbisik "sukses!".

Tiba-tiba terdengar bunyi berisik dari halaman. Kami berempat melongok ke jendela. Ternyata mas K jatuh tersandung pot bunga. Kami berempat tertawa cekikikan, yang membuat mas K menoleh ke arah kami. Secara reflek kami berempat menutup dada dengan tangan. Tapi mas K tersenyum ke arah kami, trus bilang percuma kami nutupin dada, soalnya dia tadi udah sempat lihat. Abis gitu dia minta maaf, katanya nggak sengaja liat acara kami. Bagaimanapun juga, mas K bilang kalo tubuh kami keliatan seger dan menggemaskan. Trus dia permisi masuk rumah. Kami sekali lagi kami berempat saling pandang dan tersenyum lega. Sukses. Apa lagi? orgasme udah dapat, pujian dari kakaknya Anik juga diperoleh.

Nggak seberapa lama mas K ngetuk pintu kamarnya Anik. Kami saling pandang. Mau apa? Buru-buru kami pake baju seadanya. Setelah dibukain pintu, mas K nawarin vcd porno punya dia. Katanya biar kami tahu tubuh cowok. Kami ketawa, trus bilang kalo Anik udah pernah ambil vcd itu dari kamarnya mas K. Aku tambahin, kalo udah pernah, yang belum itu aslinya. Enggak taunya mas K nanggapin serius, dia mau bantu kalo kami pengen liat cowok telanjang. Kami cuma ketawa cekikikan, nggak berani mutusin. Mas K bilang kami boleh mutusin kapan aja, lalu dia pergi ke kamarnya. Trus kami tutup pintu kamar, ngebahas tawaran mas K. Anik nggak setuju kakaknya jadi obyek sexual. Aku bilang nggak apa-apa, kami sama-sama saling lihat, jadi impas. Lagipula kakaknya kan keren, siapa tau aku, Aluh, atau Ririn entar bisa jadi pacarnya. Aluh dan Ririn setuju pendapatku. Jadilah. Aluh jadi juru bicara. Kami rame-rame ke kamarnya, lalu minta mas K buat njalanin tawarannya tadi. Dia tertawa lalu bilang okey, sambil minta waktu buat mandi dulu, soalnya keringatan abis maen tenis. Mas K mempersilakan kami masuk ke kamarnya, biar lebih enak, katanya.

Kami berempat duduk santai, nungguin mas K mandi. Kami ngobrolin show kami yang sukses tadi. Ririn banyak digojlok karena hari ini pertama kali dia mau menunjukkan miss V nya, bahkan dua kali, waktu mandi dan show. Aluh sesekali mengintip ke kamar mandi dan berkomentar wow keren... Abis mandi, mas K keluar dengan lilitan handuk di pinggangnya, rambutnya basah. Abis gitu dia duduk di karpet, ngajakin kami duduk di sekitarnya. Lalu dia cerita segala macam tentang cowok. Mulai dari apa yang disukai tentang cewek, apa yang diliat, kami jadi tau kalo cowok itu suka yang bikin penasaran, kemampuan ejakulasi maksimal seorang cowok, bagaimana membelai daerah paha dan bokong cowok untuk membuat ejakulasi makin kuat, supaya tidak tersedak kami harus menaruh lidah di ujung penis saat ia mau ejakulasi, dll.

Abis gitu dia nawarin kami untuk menyentuh tubuhnya. Mas K trus nyuruh kami bergantian meraba dada dan punggungya. Setelah kami semua dapat giliran, suasana agak cair. Kami mulai bisa cekikikan lagi. Terus Ririn tanya, boleh lihat 'itunya' mas? Mas K melepaskan handuknya, lalu membelakangi kami. Pelan-pelan dia menurunkan celana dalamnya, lalu berbalik ke arah kami. Dan... wow... pengalaman pertama melihat cowok telanjang secara langsung. Dadaku berdegup kencang. Tenggorokan langsung terasa kering. Keindahan otot tubuhnya, pantat yang kencang, warna pink bagian 'kepala' penis. Tak akan bisa terlupakan. Ririn pura-pura tidak melihat namun sesekali mencuri pandang, Anik cuek aja melihat kakaknya.

Abis gitu mas K ngajarin caranya bikin cowok tegang anunya. Mas K meminta kami untuk membelai itunya. Langsung aja itunya mas K berdiri. Kami pun cekikikan kembali.

Berikutnya kami diajarin ciuman, french kiss, necking, lidah, dll. Kami bergantian ditraining mas K, kecuali Anik, cuman bisa liat aja. Abis ciuman kami ditunjukin gimana rasanya diraba-raba oleh cowok. Prakteknya, kami diminta mas K menghadap tembok seperti penjahat diperiksa polisi di film-film. Aku dengan senang hati minta giliran pertama. Mas K menyarankan untuk melepas baju seminim mungkin. Aluh, Ririn, dan Anik memberi semangat. Pelan-pelan kulepas penutup tubuhku satu persatu, tanpa ada yang tersisa. Lalu aku berbalik menghadap tembok dan menyandarkan kedua telapak tanganku ke tembok. Tangan mas K mulai menggerayangi rambut, pundak, punggung, puting, pinggang, pantat, paha, kaki, termasuk daerah kewanitaanku. Kemudian aku disuruh duduk di kursi, lalu... oh my God... mas K menggelitik daerah kewanitaanku dengan lidahnya! Tak tahan, aku orgasme dengan suksesnya. Kakiku sampai gemetaran merasakan nikmatnya. Mas K lalu bertanya apa ini pengalaman pertama diraba cowok? Malu-malu aku mengakuinya. "Kirain udah biasa, habis shownya tadi hot bener". kami cuma cekikikan. Satu persatu semuanya dapat giliran, termasuk Anik. Satu persatu, kami diantar mas K ke puncak birahi. Seolah tahu kalo kami suka dipuji, Mas K mengomentari keindahan tubuh kami. Katanya bokongku paling bagus, montok, kenyal, dengan kulit halus dan lembut. Dia juga bilang kalo aku beruntung karena gampang terangsang dan cepat orgasme. Payudara Anik paling sexy, putingnya yang tegak amat menggoda. Kaki Aluh panjang, mulus, dan indah, serta proporsi tubuh paling seimbang. Dan yang paling senang adalah Ririn, yang selain dibilang mas K paling manis di antara kami berempat, juga dipuji miss V-nya paling rapat, montok, dan menggemaskan. Aluh, aku, dan Anik sedikit iri dengan keberuntungan teman kami yang pemalu ini. Sementara Ririn sedikit tersipu namun kelihatan kalo dia menyukai pujian mas K.

Abis itu, Aluh minta mas K buat nunjukin air maninya. Ia ketawa, trus bilang kalian aja yang ngeluarin, sambil ngajarin kami metode untuk memaksa air mani keluar, dengan tangan atau mulut. Kata mas K, kami cuma dapat mencoba sebentar-sebentar, soalnya kalo udah terlanjur ejakulasi pasti lemes. Lalu mas K duduk di kursi. Aluh langsung minta giliran pertama. Ia berlutut di depan mas K, langsung mengulum itunya mas K. Lewat 10 menit, mas K minta berhenti, hampir keluar katanya. Aluh cuek dan meneruskan, tapi kami bertiga protes, takut nggak kebagian. Trus istirahat sejenak. Setelah itu giliran Anik, cuma pakai tangan. Trus Ririn, juga cuma pake tangan. Aku dapat giliran terakhir. Berlutut di antara kedua pahanya, aku mulai dengan membelai dan memelintir pelan-pelan. Mas K memejamkan matanya, keenakan. Kurasakan otot itunya mas K menggelitik telapak tanganku. Mas K bilang, diemut dong. Karena ragu-ragu, aku cuma berani mengecup kepalanya saja. Rasanya asin. Beberapa saat, mas K bilang mau keluar lagi. Aku cuek aja. Kugenggam itunya erat-erat dan kunaik-turunkan tanganku. Dan... kurasakan ada sesuatu yang bergerak cepat di saluran bagian bawah penis, dan... crut... cairan putih kental melejit beberapa kali dari ujung penisnya. Yang pertama menembak dadaku. Pinggul mas K terangkat. Yang kedua, saking kerasnya, mengarah ke bibirku Mmm... terasa asin. Mas K terpejam, terlihat keenakan. Setelah selesai puncaknya, dia tersenyum dan bilang terima kasih dengan lembut. Lalu mengambil tisu untuk mengelap dadaku dan bibirku yang belepotan benihnya.

Lalu mas K nawarin untuk ngajarin kami bersetubuh, kalo kami berminat. Kami cuma celingukan. Ririn trus tanya apa mahkota kami masih utuh jika udah pernah digituin. Katanya mas K, bisa ya bisa enggak. Aluh yang biasanya nekat kali ini juga nggak berani mutusin. Kata mas K, kalo kami udah siap, dia bisa bantu kapan aja. Abis gitu mas K bilang mo istirahat soalnya capek.

Di kamar Anik, kami ngebahas pengalaman pertama kami tadi. Rame banget. Kataku, enak Anik dong, serumah sama mas K. Anik bilang, "Husy! dia kan kakak, paling cuma raba-raba ajah." Langsung aja aku, Aluh, dan Ririn bilang, "Huuu. itu 'kan enak juga!" Ririn, dengan malu-malu, tanya apa mas K udah punya pacar. Kalo belum, mau jadi pacarnya. Aku nyautin, ijin dulu sama aku, aku udah pernah ngeluarin benihnya dan bikin dia orgasme, jadi mestinya dapat prioritas. Aluh langsung protes, soalnya dia yang tadi minta mas K nunjukin benihnya. Sementara Ririn dengan optimis bilang mas K pasti suka sama dia karena dia paling manis dan miss V nya paling menggemaskan di antara kami berempat. Rame lah pokoknya. Akhirnya kami janjian kalo kami nggak bakalan memancing-mancing mas K untuk dijadiin pacar, kecuali dia yang meminta sendiri.

Sahabat-sahabatku juga pada bertanya, gimana sih rasa cairan benih mas K? Gimana rasanya membikin cowok orgasme? Aku tersenyum, trus bilang minggu depan atau besok 'kan bisa coba sendiri, tinggal janjian sama mas K. Dalam hatiku aku berkata yang ini biarlah untukku, akan kusimpan sendiri gurihnya rasa benihnya, rasa bangga mengantar cowok ke puncak kenikmatan, dan tatapan lembut mas K saat mengucap terima kasih.

"Kegilaan" kami berempat ternyata tidak membuat kami terhanyut. Buktinya kami masih bisa mempertahankan mahkota kami sampai lulus SMA. Setelah itu Ririn dan Anik melanjutkan kuliah di kota yang sama. Aku dan Aluh melanjutkan kuliah di kota M, dan kadang melanjutkan penyaluran bakat genit kami berdua.

(Kapan-kapan disambung lagi. Masih banyak yang pengen kuceritakan, terutama acaraku dan Aluh di kota M)

S, Awal Januari 2009.



EKSEBISHI BERSAMA IPAR TERSAYANG ... ??

Salah satu pengalaman Daku yang terbilang spesifik adalah bersama adik iparku yang Jablai semampai, sensual dan
sedikit agresif.... serta cukup vulgar bila berpakaian di rumah.

Awalnya seeh Daku ekstra Muna dan rada Jaim dengan Adik Iparku yang kerap Caper ke Daku.
Kelembutannya yang utama bukanlah dati tutur kata dan busananya tetapi justeru dari kulitnya yang bersih, putih
Harum Mewangi..... yah pegimana ngak wangi kalo setiap hari mandi pake sabun, keramas dengan sampo ... lanjut
pake parfum...

Sejak menikah, selama beberapa tahun Daku tinggal di Mertua Indah dengan seorang Adik ipar wanita
yang masih lajang serta seorang Kakak Ipar Wanita yang bercerai dan beberapa keponakan cewe menjelang ABG.
Ditengah kerumunan wanita-wanita itulah Daku berada.

Karena kebiasaanku yag pulang kantor pada malam hari, maka biasanya Daku pulang kerumah pada situasi
yag sudah cukup sepi...... jadi karena kondisi maka Daku pun kerap bercinta dengan isteri pada tengah malam.
kadang kita bercinta didalam kamar tidur, kadang bercinta di ruang utama rumah karena memang sudah sepi.

Suatu kali sehabis Daku puas bergumul cumbu dengan isteriku saling meremas-remas dan menjilati penuh nafsu
seluruh bagian tubuh yang sensitif..... tanpa sengaja Daku tiba-tiba nelihat pintu kamar tidur adik iparku ternyata
terkuak sedikit. Entah sudah berapa lama pintu itu terbuka.. walau sedikit ... Daku sempat berfikir apakah adik iparku
tadi sebetulnya bangun dan melihat Diriku bercumbu nafsu dengan kakaknya .... atau terlintas dalam benak-Ku
apakah memang baru kali ini pintu itu terkuak sedikit... jangan-jangan...... ah... sudahlah Daku tak peduli...

Hubungan-Ku dengan Vivi, adik ipar-Ku itu memang cukup AIYSS (Aik Ipar Yang Saling Sayang) cenderung
lebih manja ketimbang isteri-Ku sendiri... dia sugnguh gaul, pintar menyanyi dan banyak kawan, pacar pun punya
malah cenderung punya lebih banyak kawan lelaki daripada wanitanya ... tapi entah mengapa dia tetap saja
sering caper ke diri-Ku... yaah Daku sih happy azza... mungkin Daku betul-betul Zantan kali yaa.. ha..ha..ha...ha..
bisa aja ... yaah namanya juga karangan ... hi...hi...hi....

Lanjut ah, ini bener kok pengalaman nyata ...
ngapain bo'ong ama orang lain entar Daku kalo pembohong kan kagak bakalan punya kawan banyak .. tul ngak ?

Beberapa hari kemudian... Ce'illah ... seperti biasa Daku mengajak isteri bercinta di ruang tamu pada malam hari
saat seisi rumah sudah tidur. Tapi kali ini sebelum bercumbu, terlebih dahulu Ku perhatikan pintu kamar tidur
adik ipar-Ku ... Ooohh.... ternyata tertutup rapat... berrati aman..... karena letak kamar tidur adik iparku berhadapan
dengan sofa ruang tamu maka walaupun terkuat hanya sedikit tentunya Vivi, sang adik iparku dapat mengintip
dengan leluasa permainan cumbu nafsu diriku dengan isteri tersayang.....

Karena kita berdua sudah yakin semuanya yang ada di rumah telah tertidur pulas di kamarnya masing-masing
maka Daku berbegas mengatur posisi .... untuk memulai percumbuan dengan isteriku... dimana Daku lebih suka
duduk dibawah sofa sementara isteriku duduk di atas sofa. Permainan langsung di seputar wilayah Paha dan Vagina
adalah kegemaran utama-Ku. Menciumi-menjilat-jilat sambil mengigit-gigit lembut sepasang paha sekel istaeri-Ku
adalah menu pembukaan cumbu nafsu diri-Ku yang paling sering Ku lakukan..... disaat menggelinjang antara
geli-geli-nikmat... menahan sentuhan bibir dan lidah-Ku di sepasang pahanya, biasanya isteri-Ku tidak sabar untuk
menanti hisapan Ku pada Vagina-nya.. tapi disitulah letak permainannya... Daku sering menahan diri untuk
berlama-lama di sekitar paha hingga mendekati Vagina... sesekali saja menjilati kelentit dan liang vagina Isteri-Ku
sekedar mengecek apakah Isteri-Ku sudah mulai mencapai orgasme melalui cairan genitalnya atau belum...

Bila ternyata vagina isteri-Ku sudah mulai basah... tanda-tanda orgasme .. maka Daku mulai lebih sering
menjilat-jilati dan menghisap kelentit dan daging vagina isteriku secara perlahan-lahan... dengan cara seperti ini
Daku bisa berlama-lama menyenangkan Isteriku megngigil menahan nikmat.. terlebih saat cairan vaginanya
yang mulai mengalir deras keluar Ku reguk hingga tak bersisi... eehhhmmm... memainkan lidah di ujung kelentit
dan di didnding Vagina bisa membuat tubuh isteriku bergetar kuat .... semakin dia bergerak menjauh dari kepalaku..
semakin kukejar dan kutempel permukaan vagina isteriku.... aahhh....... Aaauuww ... di saat Isterku mulai bangkit
berdiri karena tak tahan menerima hisapan Diriku pada Vaginanya... semakin Ku kencangkan cengkeraman lingkaran
tangan-Ku pada sepasang pantat Isteri-ku... sementara kepalaku kutempelkan erat-erat kehadapan vaginanya.....

Paa... Papa... udah... aaauuhhh... ooohhh.. Paa... ngak tahan ..... Jerit lirih terlontar dari isteri-Ku.... kalau sudah
seperti ini.... apa boleh buat... dari pada membangun kan orang se isi rumah... yah kulepaslah dekapan Ku di Vaginanya...

Setelah Daku puas bercumbu nafsu dengan isteriku selama satu jam lebih ... akhirnya aku beristirahat menonton teve ...
sementara isteri-Ku cepat berlalu masuk ke kamar........ Namun, belum lama aku menonton teve ....
kulihat pintu kamar Vivi, adik ipar-Ku itu yang tadinya tertutup rapat ternyata sudah terkuak kembali, sedikit
hanya terbuka beberapa cm. Ku perhatikan, kali ini kamar tidurnya gelap ..... tidak biasanya .....

Setelah menunggu beberapa saat, karena penasaran Daku menghampiri kamar tidur Vivi.... oouu memang terbuka,
lalu dengan hati-hati, perlahan-lahan Ku buka pintu kamar tidur Vivi... ku intip dengan seksama ...uugghh....
samar-samar dalam keremangan kamar Kulihat Vivi tertidur dengan tertelungkup.... tapiii... Ammbbooiii...
Vivi tidur tidak mengenakan bad cover... sementara daster mininya terserak menyembulkan sepasang paha dan
pantat yang padat.... saking penasaran ingin melihat apakah Vivi tertidur dengan sepasang pantat yang terbuka
menantang ... maka kuhampiri kasur dimana Vivi tertidur... Aaahh... baru dua-tiga langkah memasuki kamarnya ...
kaki kanan ku menyentuh sepotong kain... segera kuambil kain itu ... ouwwah..aahh... ternyata celana dalam mungil
milik Vivi berwarna gelap yang berserak dilantai... saat kuambil dan kupegang... mmmhhhh.... CD Vivi basah.....
tanpa sadar kucium CD Vivi .... uugghhhh... wangi khas cairan Vagina....

Kini Daku semakin curiga.... jangan-jangan Vivi memang mengintip percumbuan Daku dengan Isteri-Ku dari balik
pintu kamarnya yang gelap..... ah.. aku pun betul-betul penasaran ... segera kudekati Vivi dikasurnya... dia masih
tertidur menelungkup dengan wajah menghadap pintu.... kearah diriku ... tapi setelah kuperhatikan dengan teliti
sepasang pantatnya yang terbuka penuh memang tidak mengenakan celana dalam... alias polos.....

Antara penasaran sekaligus terangsang kemontokan paha dan pantat Vivi.... dengan spoantan kunyalakan lampu
meja belajarnya.... emmhh... benar-benar mulus, kenyal, putih nian sepasang pada dan pantat Vivi... ooohhh...
Daku berdecak kagum... sambil menelusuri lekuk liku daging Paha dan Pantat Vivi...... sambil terus memegangi
dan sesekali menciumi CD Vivi yang basah dengan cairan Vaginanya.....

Tiba-tiba saja terlintas dibenak-Ku untuk mengecek apakah Vivi betul-betul sudah tertidur pulas dari tadi ... ataukah
dia berpura-pura tidur karena tadi dia sebenarnya mengintip KU bercumbu..... maka CD dan sarung yang kukenakan
sengaja Ku lepaskan .... dalam jarak dekat didepan wajah Vivi ....
hanya dengan mengenakan kaus singlet ditubuh sementara perutku ke bawah sudah polos Daku pun ber-Eksibisi....
Sembari menelusuri pemandangan Indah sepasang Paha dan Pantat Vivi yang putih montok, Daku pun ber-Onani
dalam jarak teramat dekat dihadapan wajah Vivi.... mmmhhh..... aaaahhhh... sengaja Daku bergumam lirih....
menikmati Keindahan dan kenikmatan ber-Onani di Depan Vivi sambil tidak lepas memperhatikan lekuk-lekuk
daging Paha dan Vagina Vivi.... oooohhhh... saaat Penis-Ku mulai menegang-kencang- dengan ujung yang ...
Mengkilau..... kulirik wajah Vivi... kuperhatikan Mata Vivi... ooohhhh.... ternyata bulu matanya yang lentik ..
bergerak-gerak dan bergetar-getar lembut tanda dirinya tidak tidur dan sedang aktif melilhat Daku ber-Onani di
hadapannya dengan Penis yang semakin panjang, besar, menonjolkan uliran urat yang kencang dengan daging
ujung Penis yang berwarna pink mengkilat.....

Karena sudah terlanjur ..... juga karena sudah terlalu nikmat melakukan Onani jarak dekat di wajah Vivi....
Daku pun semakin semangat memainkan tangan kanan-Ku mengocok-ngocok lembut batang Penis-Ku ....
Mengetahui bahwa Adisk Iparku Tersayang juga terkesima mengintip Penis-Ku dari balik bulu matanya yang lentik..
Daku benar-benar bergairah melakukan Onani..... Aahhhh.... oouuuwww.... Vivi... desah-Ku lembut.. tanpa sadar...
Syeer...syeer.... kutahan... dan kukendalikan aliran sperma-Ku yang keluar dari ujung penis-Ku....
Dengan menengadahkan telapak kanan kualirkan tetesan air mani-Ku ketangan... lalu cairan tersebut
ku oleskan ke batang Penisku sehingga seluruh Penisku hingga daging Ujungnya semakin mengkilat licin.....

Dengan olesan cairan sperma-Ku yang kental dan licin maka tangan kanan-Ku semakin lincah leluasa ber-Onani....
mmmhhh..... Daku pun semakin hot ber-Onani mengeluar masukkan ujung-batang Penisku dalam genggaman tangan..
sembari menggoyang-goyangkan pantatku layaknya bersenggama.... ooouuuuuu....
kukperhatikan bulu mata Vivi semakin terbuka agak lebar... jelas sudah kalau Vivi sedang menikmati keindahan
Batang Penis-Ku dan Goyangan-Goyangan Erotis-senggama-Ku .... oohh... ouw... kulihat gerak bibir senyum manis
terpancar dari wajah Vivi karena dirinya tampak senang sekali memandangi buah zakar dan Ujung-Batang Penis-Ku....
yang terus besar, tegang dan mengkilat....

Baru kusadari kemudian, tangan kiri Vivi ternyata bergerak-gerak perlahan dari balik tubuhnya yang mengarah pada
Vaginanya... ooouuu.. Vivi juga sedang bermasturbasi rupanya.... mengetahui hal itu.. Daku semakin bernafsu
melakukan Onanai dengan Hot ku percepat gerakan Onani Penis-Ku keluar masuk Genggaman tangan ... den ....

Creett.... crreett... creettt... syyeerr..... Air Mani-Ku keluar Deras dari Ujung Penis-Ku lalu kutumpajkan ketelapak
tangan kiri-Ku.... tanpa bisa dicegah... Tubuh Vivi pun ikut yang tidur tertelungkup mengigal-bergetar cukup kuat
saat dirinya melihat dengan jelas pancaran Sperma-Ku yang mengalir muncrat ke telapak tangan .... aaahhhh Vivii...

Dengan seluruh Sperma yang ada kubasuh lagi batang Penis-Ku yang tetap tegang.... ...crrek...creekk.. crreekk...
suara onani terdengar dari gesekan tangankananku yang penuh air mani .... sementara itu kuperhatikan
Vivi sudah lebih aktif menggerak-gerakkan tangan kirinya ke tengah-tengah pangkal pahanya...
seluruh badan Vivi kini sudah terlihat bergerak-gerak sebagai tanda dirinya sangat terangsang.... ooouuu...Nikmatnya..

Setelah puas ber-Onani sampai sperma-Ku habis-kering... secara demonstratif Daku mencium celana dalam Vivi
yang basah yang dari tadi kupegang terus..... dalam posisi tidurnya yang pura-pura itu ... kulihat Vivi tersenyum
lebih lebar dari sebelumnya tanda dirinya pun ikut senang menikmati eksibisi sensual yang membahagiakan....

EKSIBISIi VIVI ....

Tanpa kuduga .... baru sekitar 15 menit Daku beritirahat tidur-tiduran sambil memejamkan mata di sofa ruang tamu....
dari kamar tidurnya Vivi keluar dengan mengenakan handuk saja yang dililitkan ditubuhkan.... kulirik dari balik
mataku yang pura-pura terpejam.... Vivi menghampiri diriku di Sofa... daannnn... aaiiihhhh.... aku terkejut.....
saat Vivi membuka handuknya lalu dihampar di meja dan dia duduk di tepi meja tepat dihadapan wajahku .....

Di ruang tamu yang terang benderang ... tentunya Daku dapat melihat jelas
seluruh Tubuh Vivi yang Aduhai Indahnya..
sepasang daging Payudara Vivi tampak kenyal montok
dengan puting susunya yang mencuat kencang kemerahan .....
Pinggangnya yang ramping ...... serta kulit pahanya yang putih, halus sintal....

Setelah duduk begitu dekat didepan wajahku... tanpa ragu sedikit pun Vivi duduk mengangkang ....
kedua pahanya dibuka lebar-lebar dengan ujung kaki jarinya yang menjinjit ... Vivi mulai memperlihatkan
Keindahan pangkal paha, daging Vagina dan kelentinya yangn mengkal merekah berwarna merah muda ...
dengan posisi duduk mengangkang dekat wajahku... Vivi dengan atraktif membuka bibir Vaginaya... Oooohhh...
Kekagumanku semakin bertambah terhadp bagian Genital Vivi.... yang mempertontonkan kelembutan,
kelenturan, grunjulan daging bagian dalam Vagina Vivi....

syyeerrr... sekujur tubuhku mulai memanas.... tegang.....

Seolah sudah tahu kalau diri-Ku sedang menonton peragaan Vagina Vivi,,,, Dia pun lantas dengan lembut
mempermainkan bibir-bibir Vaginanya yang kadang di kuak lebar .. lalu digesek-gesekkan dengan kedua
tangannya .... aahhhh... ooohhh Vivi .... aku berdesah dalam hati.... menahan rangsangan yang luas biasa...
Dengan gerakan-gerakan yang sangat mesra dan erotis Vivi mengelus-elus dengan cepat ujung kelentitnya...
diselang-seling dengan gerakan-gerakan tangannya dilipatan pangkal pahanya ... lalu ... dia pun mengingal-ngigal
sambil menguak-kan Vaginanya lebar-lebar .... mmhhh......
ingin sekali rasanya Daku mengelus-elus Vagina Vivi yang merekah Indah itu...... aauuuhh...

Seolah tahu akan niatku itu, Vivi tanpa Ku duga meraih tangan kanan-Ku lalu ...
telapak tangan kanan ku di elus-eluskannya secara lembut ke Daging Vaginanya .... sssyyyeeerrr....
Penis ku menegang tinggi ..... sehingga Vivi melihat dengan jelas dari sembulan sarung-Ku...
Dengan tersenyum manis Vivi lantas berdiri semakin dekat dengan wajah ku ...
Dalam posisi berdiri mengangkan tangan kanan-Ku diselipkan ... di jepit di antara kedua pahanya - tepat
di tempelkan di daging Vaginanya ....

Dengan posisi itu, Daku yang pura-pura tiduran di sofa... tetapi tangan kanan Ku di kepit Pangkal Paha Vivi...
yang berdiri di depanku .... tanpa bisa ku tebak .. Vivi melakukan surprise ....
seperti naik kuda-kudaan ... Pangkal Paha Vivi ... Vagina Vivi degesek-gesekkan di sepanjang
pergelangan tangan hingga ke lengan Ku mendekati pangkal lengan ....

Aaauuuwww... tubuh ku tanpa bisa dicegah ikut bergetar ..... Penis Ku pun kian Menegang
Sementara Vivi semakin Asyik masyuk menikmati gesekan-gesekan lembut pangkal Paga-Vaginanya ke
sepanjang lengan kananku...... Ssyyyeerrrr... Ssyyyeeerrr..... Ssyyyeerrr.... tiba-tiba dari vagina Vivi
keluar cairan agak kental yang hangat ........ Ooooooo...... Crreettt..Creeettt..Crreeettt.. dari ujung Penis Ku
keluar cairan sperma .....

Melihat Ujung penisku yang mengeluarkan Sperma dan membasahi sarung .... Vivi pun mengecup-ngecup
menyerup cairan yang membasahi sarung-Ku .... tindakan Vivi ini seolah hendak melakukan revanche
atas Diriku yang menciumi Celana Dalamnya yang basa.....

Oooo... usngguh-sungguh kejutan yang kudapat dari Vivi ... Adik Iparku Tersayangng...

Setelah selesai mengecup-ngecup dan menyerup-nyerup sarungku yang basah oleh Sprema ...
Vivi dengan lembut membersihkan sisa-sisa cairan Vaginanya yang masih membasahi legnanku....

Lagi-lagi Vivi membuat kejutan dengan... tiba-tiba dia menggesek-gesekkan Payudara dan Puting Susunya
kenyal dan kencang ke Bibir Ku.... Oooouuuwwww.... Viviii.....

Aaahh Gilanya Vivi mencium Bibir Ku bukan dengan Bibirnya tetapi dengan Vaginanya yang di oles-oles kan
ke Mulut Ku.... mmmhhhh...ooohhh Viviiii....
Harum Mewangin Nian Vagina Mu Viii.....

demikian Al kisah Awalku ber Eksibisi dan Ber-Eksibisionis dengan Vivi Adik Ipat-Ku tersayang...

Jeanny



Pengarang : Sammy Aji
Tanggal : 29 Agustus 2001
Jenis : Eksibisionism, Seks umum
Rating : Luar biasa

JEANNY

Bagian satu : MRT

"Damn!" umpatku dalam hati ketika baru saja melangkahkan kakiku memasuki gerbong MRT. Sepasang paha langsat mulus terhidang di depanku. Pemiliknya, Singaporean etnis chinese duduk tenang, matanya terpejam memamerkan bulu matanya yang sedikit lentik dengan kuping disumpal earphone 'walkman'. Ia sama sekali tak peduli ketika banyak pasang mata menikmati kemulusan pahanya. Tak hanya paha sebenarnya. Kalau kita lebih "teliti" dan sedikit nakal dengan berdiri di samping wanita itu, kita akan disuguhi "belahan" yang menjanjikan di dadanya. Banyak pasang mata? Kukira tidak juga. Umumnya orang memang terperangkap oleh pemandangan indah ini beberapa saat, tapi kemudian asyik dengan aktivitasnya sendiri. Membaca, menyumpal earphone, terkantuk-kantuk, atau hanya diam bengong. Pasangan muda tampak berbisik-bisik dekat diselingi kecupan romatis, atau si cowok memeluk cewe-nya dari belakang. Kelihatannya hanya Aku saja yang berlama-lama mengamati paha dan belahan indah ini.
Begitulah pemandangan sehari-hari yang kujumpai di gerbong MRT (Mass Rapid Transport) di Singapore, "angkot" massal yang murah, cepat, tapi nyaman (ber-AC) dan bersih. Sebenarnya, soal paha mulus sudah menjadi pemandangan yang umum dan biasa di sini. Para wanita Singapore, terutama wanita kantoran, memang gemar rok pendek. Dan umumnya memang memiliki kaki yang mulus. Tapi wanita yang satu ini memang beda. Kakinya panjang, atau rok mininya terlalu pendek (atau dua-duanya), dan tak berusaha menarik roknya agar sedikit "sopan", seperti yang biasa dilakukan pemakai rok mini lainnya. Blouse di balik blazernya, model V atau U selalu rendah, membiarkan mata siapapun menikmatinya. Dan setiap hari kujumpai. Dia selalu ada di gerbong paling belakang.

***

Kenapa aku harus mengumpat, harap pembaca maklum. Sudah tiga bulan Aku berjuang sendirian di negeri jiran ini, telah lama tak bertemu isteri. Keinginan menyalurkan "kebutuhan dasar" ini terus tertahan. Nah, suguhan setiap pagi ini makin membuat aktif syaraf-syaraf di otak dan seputaran bawah perutku, yang akhirnya cuma menambah kegelisahanku saja. Kegelisahan tanpa penyaluran yang tepat.
Penyaluran memang tersedia sih, kalau mau. Di "LP" building lantai 5 di kawasan Orchard Road menyediakan pelayanan pijat dan juga pelayanan seks. Tapi, sialan, Singaporean memang efisien dengan waktu, termasuk taxi-girl-nya. Apa nikmatnya bersetubuh 'single shot' dan diburu-buru? Mahal lagi. Kalau dirupiahkan dan di Jakarta, kita bisa dapat 'artis figuran' semalam suntuk. Istilahku 'artis figuran' adalah untuk high class call-girl Jakarta yang pernah muncul di majalah atau "numpang lewat" di sinetron atau film. Cara penyaluran lain apabila rangsanganku sudah tak tertahankan lagi, apa boleh buat, metode "tradisional", masturbasi. Cara yang murah, "sehat" dan "bebas". Sehat dalam arti bebas dari penyakit dan bebas mengkhayalkan bersetubuh dengan siapapun serta dengan kualitas "vagina" macam apapun. Mau longgar, sempit, basah, kering, atau bahkan "legit". Tapi, tentu saja, tetap tidak membuatku puas, dibanding hubungan seks yang sesungguhnya.
Aku benar-benar membutuhkan seorang wanita yang bersedia menampung hasratku kapan saja di negeri asing ini!

Bagian dua : PHK

"Okay Pak, saya mengerti," kupotong omongan Bossku, supaya dia tak tambah bertele-tele nyerocos tentang kondisi perusahaan yang mendekati bangkrut ini.
Sekilas wajah Boss nampak rasa kurang senang karena Aku memotong pembicaraannya. Aku tak peduli.
"Saya tahu semua Pak, justru sekarang ini saya kemari mau mengundurkan diri," lanjutku seperti menantang. Wajah yang tertekuk itu tambah kaget.
"Kita langsung saja bicara tentang pesangonku," tantangku lagi. Mata itu masih terbelalak kaget. Mungkin pikirnya, sementara pegawai lain menghiba-hiba supaya jangan diPHK, Aku malah nantang mau berhenti.
"Anda serius, Sam?"
"Saya kira sekarang bukan saatnya bercanda, Pak."
"Terus rencana Anda selanjutnya gimana?"
"Itu urusan saya Pak." Tentu saja sebelum menemui dia Aku sudah dapat pekerjaan baru yang lebih prospektif, bukan di Jakarta atau kota lain di Indonesia, tapi di Singapura.

Aku telah mempersiapkan semuanya. Isteri dan anakku (seorang, lelaki 3 tahun) Aku pulangkan ke rumah orang tuaku di Jawa Timur untuk sementara, menunggu rumahku yang di Jakarta laku. Rencananya Aku akan membeli rumah di kampung saja. Di saat seperti ini menjual rumah memang tak gampang. Uang pesangon yang kudapat cukup untuk hidup selama setahun tanpa kerja dan untuk modal awal Aku hidup di Singapura. Aku telah membuat keputusan penting dalam hidup kami. Perubahan drastis yang harus kulakukan untuk menghadapi multikrisis berkepanjangan di negeri ini.

***

Setelah mendapat kepastian Aku diterima bekerja di financiing company di kawasan -----, Aku baru mulai mencari tempat tinggal. Atas pertimbangan beberapa sahabat di Jakarta dan Boss baruku, Aku memilih apartemen di daerah Jurong. Ada ratusan gedung hunian bertingkat di kawasan ini. Dua minggu penuh Aku menjelajah kawasan ini sebelum akhirnya memilih satu di antara 4 pilihan terbaik sesuai kondisiku yang hanya sendirian dan keuangan yang cukup, tak berlebih benar. Suatu space dengan dua kamar di lantai 5, kira-kira mirip T-36 di Jakarta, tapi sedikit 'lux' dan lingkungan yang bersih. Pokoknya yang nyaman buat tinggal dan Aku masih mampu mengirim dollar ke rumah setelah dipotong sewa apartemen dan bermacam tagihan lainnya serta biaya hidupku. Hanya satu masalah yang belum terpecahkan, yaitu memenuhi kebutuhan seks. Tentu saja Aku tak bisa pulang kampung setiap bulan. Terakhir ketemu anak isteri sekitar dua bulan lalu, ketika mereka berkunjung melihat tempat tinggalku di negeri orang ini.

Mulailah Aku menjalani kehidupan rutin yang baru. Berangkat dan pulang kerja menggunakan MRT, makan pagi hanya roti dan sebangsanya yang kusiapkan sendiri, makan siang di kantor, makan malam berganti-ganti, di sekitar kantor, di shopping mall, atau restoran dekat apartemen.

***

Di stasiun berikutnya, Orchard, Aku harus turun untuk ganti kereta yang menuju utara. Demikianlah rutinitas pagi yang harus kujalani. Sepasang paha panjang itu masih tergolek di depanku, belahan dadanya hanya sedikit terlihat kalau dari depan. Sebelum turun, sekali lagi Aku puaskan mataku menatapi seluruh juluran kakinya. Tapi oops, paha itu kalau tidak sedang menyilang ya lurus merapat. Yang membuat jantungku serasa berhenti berdetak, kali ini sedikit membuka. Dan... oh tidak, aku tak melihat segitiga kecil warna cream atau putih, tapi semburat kehitaman. Tak mungkin. Tak mungkin dia berani tak berCD di ruang publik begini. Tapi mataku yang masih tajam menangkap warna kehitaman yang bukan kain. Aku yakin itu. Gila! Dalam beberapa detik ke depan ini Aku harus membuat keputusan, turun di Orchard atau menikmati bulu-bulu.

Kenyataannya sampai kereta beranjak dari Orchard Aku masih terpaku di tempat dudukku, masih menatapi helai-helai berombak --yang pemiliknya acuh beibeh--sambil sesekali menelan ludah. "Dasar" keputusanku untuk tetap duduk bukan semata karena bulu-bulu itu, tapi Aku juga ingin tahu di stasiun mana dia turun dan di mana dia ngantor. Di Somerset, stasiun setelah Orchard, "Si Bulu" ini tetap bergeming. Matanya masih terpejam, earphone-nya masih terpasang. Nah, ketika kereta melambat mendekati stasiun Dobyghout, Si Langsat ini melepas earphone dan bangkit.
Aku menahan keinginan untuk ikut bangkit, nanti saja, supaya tak ketahuan banget menguntitnya. Aku baru turun ketika pintu otomatis wagon itu hampir menutup kembali. Cepat-cepat aku ikuti dia dari jarak sekitar 10 meteran.

Wow! Indah nian gerakan sepasang "bola" yang bergantian naik-turun di pantatnya. Cara jalannya memang tak persis benar dengan peragawati yang harus menapak kedua kaki di garis maya lurus. Bentuk pantatnya yang membulat dan menonjol ke belakang itulah yang membuat gerakan jalannya indah. Ini kayanya memang bentuk pantat khas para Singaporean, bulat dan menonjol ke belakang (kubayangkan, jika menyetubuhi body seperti ini akan memberikan respons "lentingan" pada setiap tusukan!). Aku "menemukan" ciri ini ketika baru seminggu menetap di sini. Tentunya atas bantuan mata jelalatan dan "biologis" kelaparan!

Bagian tiga : EXB

Di eskalator panjang menuju keluar stasiun, Aku berdiri hanya beberapa anak tangga di bawahnya. Aku berharap ada angin nakal yang menerpa roknya, sedikit hembusan saja sudah mampu memperlihatkan kulit pantatnya. Rok mininya terlalu ketat untuk diterpa angin, sekaligus membuatku yakin, tak ada "garis" apapun yang tercetak di sana kecuali bulatan. Dia benar-benar tak berCD! Sialan benar.

Keluar dari stasiun dia menyusuri Orchard Road, memberiku peluang untuk menyapa dan berkenalan. Tapi kok rasanya cara kenalan yang kuno banget ya, Aku jadi ragu. Tepatnya, tak menemukan cara yang "elegan" untuk berkenalan. Ketika menunggu lampu hijau buat penyeberang, dia sempat menoleh sekejap. Tapi Aku tak yakin apakah dia melihatku, matanya tertutup sun-glasses. Ayo Sam! Gunakan akalmu!

Sampai dia menyeberang perempatan, Aku belum menemukan caranya. Ah, toh pagi ini Aku tak punya waktu, Aku harus ngantor. Masih banyak kesempatan lain. Itulah, kalau orang tak berhasil mencapai maksudnya, keluarlah alasan sebagai rasionalisasi kegagalannya. Anak-anak yang gagal menjangkau benda yang menarik hatinya lalu mengatakan benda itu jelek. Engga! Dia istimewa, jauh dari jelek.

Aku masih menguntitnya ketika dia menyeberangi taman di ujung Orchard Road itu dan lalu menuju gedung 8 lantai. Cukuplah buat hari ini. Dia berkantor di hotel yang di lantai satunya terpampang nama restoran cepat-saji terkenal itu. Kelihatannya hotel ini semacam youth hostel kalau menilik namanya. Aku balik ke stasiun menuju kantor.

Di kantor aku coba meng"evaluasi" perilaku Si Paha Mulus itu untuk menghitung peluangku. Hampir tiap hari ketemu dan Aku selalu mengamatinya, mustahil kalau dia tak tahu tingkahku ini. Rekanku cewe pernah bilang, dia tahu benar kalau ada orang mengamati tubuhnya di kendaraan umum. Aku rada yakin, tadi pagi dia tahu Aku menguntitnya. Hanya Aku tak yakin, gerakan membuka kakinya (dan memperlihatkan bulu-bulu kewanitaannya) tadi disengaja atau tidak. Aku akan segera mendapatkan jawabannya.

***

"Damn!" lagi-lagi umpatku. Kali ini bukan karena paha yang tergoler, lebih dari itu. Gerakan membuka kaki yang bertahap sedikit demi sedikit mempertegas ketelanjangan selangkangannya. Lumayan lebat miliknya. Seperti beberapa hari lalu, "gerakan" inipun dilakukan menjelang Aku seharusnya turun. Dan lagi-lagi Aku memilih untuk terus menikmati bulunya ketimbang turun terus ke kantor. Yang berbeda adalah tak ada earphone di kupingnya. Matanyapun terbuka. Ada lagi yang berbeda.

"Hai!". Cukup pelan suara itu, tapi bagiku seperti suara kanon. Siapa yang disapa? Akukah? Matanya lurus tajam menatapku. Ada sunggingan senyum di bibirnya. Tak salah lagi. Dia menyapaku. Tiba-tiba Aku merasa bersalah telah "tertangkap" basah meneliti bulu-bulu selangkangannya.
"Biasanya turun di Orchard," Kanon itu terus menyerangku sebelum Aku sempat merespons. Bahasa Inggrisnya logat khas orang sini. Logat "Singlish", Singapore English, kata orang Inggris. Kalau orang Singapore bilang: "You can't say like that" misalnya, terdengar dikupingku sebagai: "Yu can-no' se laik de' laa". Begitulah Singlish.
"Oh, emm..." Nah lo Aku gelagapan.
"Atau mau ikuti saya lagi?" serangnya. Mampus lu Sam. Ketahuan tingkahmu. Senyum kecil tadi itu melebar menjadi tawa penuh kemenangan.
"Ya. Aku mau ikut kamu ngantor di NNN (nama hotel tempatnya kerja)," balasku.
"Oh yeah, siap-siap turunlah". Memang, kereta ini telah memasuki stasiun Dobyghout.
Di escalator panjang itu kini Aku di anak tangga yang sama, sejajar. Pake sepatu dengan hak sedang tinggi badannya hampir sama denganku. Tiba-tiba lidahku kelu, tak keluar sepatah katapun dari mulutku. Bingung memulainya, boo.
Lepas dari tangga berjalan, Aku merasa lebih santai.
"Kenalkan, Aku Sammy," kataku menjulurkan tangan.
"Jeanny," balasnya sambil menyambut tanganku. Telapak tangan yang halus banget. Jeanny membuka tasnya dan mengeluarkan kartu nama berlogo hotel itu. Jeanny, Marketing Manager. Akupun memberikan kartuku.
"Saya pikir kamu harus ngantor kan? Telepon saya jam istirahat ya," katanya.
"Okay."

***

"Sorry, terlambat," katanya sambil menyeret kursi dan duduk. Sepersekian detik waktu dia membungkuk sebelum duduk, Aku sempat menangkap bulatan buah dadanya melalui leher blusnya yang super rendah. Aku menelan ludah.
"Gak pa-pa, cuman 5 menit." Dalam telepon tadi kami janjian makan siang bersama di food center yang terletak di basement Wisma Atria, Orhard Road. Tempat ini kami pilih melalui kompromi dengan pertimbangan letaknya kira-kira di tengah antara kantorku dan kantor Jeanny, juga pilihan makanannya beragam. Obrolan sambil makan siang diisi dengan saling membuka diri masing-masing. Aku ceritakan terus terang tentang diriku yang jauh dari keluarga. Tapi masih menyembunyikan niatku mendekati dia. Lihat-lihat dulu perkembangannya.
Jeanny tinggal sendiri di apartement di Jurong juga, 2 stasiun lebih jauh dari tempatku. Tiga tahun sebagai marketing manager di hotel itu dia rasakan mulai membosankan dan berniat pindah kerja. Kini sedang lihat-lihat lowongan kerja. Aku rasa cukuplah informasi yang kuperoleh tentang dia untuk pertemuan pertama ini.

Kini Aku pulang kerja tak sendiri lagi. Jeanny duduk di sebelahku. Duduk merapat (kereta memang selalu penuh) dengannya merupakan kesenangan tersendiri. Aku bisa menghirup aroma wangi tubuhnya. Kulit langsatnya memang benar-benar halus. Tak ada reaksi penolakan ketika tanganku "mampir" di pahanya. Bahkan dia berani menyandarkan kepalanya ke bahuku sambil tiduran. Kesempatan yang amat bagus untuk menikmati bulatan dadanya. Sayangnya dia tak selalu bisa makan siang di luar.
"Kita makan siang bersama lagi?" ajakku lewat telepon.
"Oh, sorry, hari ini Aku harus makan siang di sini sekalian meeting. Gimana kalo pulang kantor saja?"
"Okey, ketemu di Orchard?"
"Yup"

***

"Kamu udah lapar?" tanyanya begitu ketemu.
"Belum," jawabku jujur.
"Good. Kita tunda makan malam, jalan-jalan aja," katanya sambil menggamitku menuju taxi-stand. Gila, dia main tarik saja tanpa menunggu persetujuanku.
"Kemana kita?" tanyaku setelah kami duduk di taksi. Jeanny menyebutkan tujuan ke sopir taksi menggunakan bahasa Mandarin, jelas saja Aku tak paham percakapan singkatnya dengan sopir.
"Nanti kamu akan tahu."
Busyet, tadi dia membawaku tanpa kesepakatan, sekarang tujuannya pun Aku belum boleh tahu. Jeanny begitu percaya diri bahwa orang akan menurutinya. Rada kurang "sopan" sebenarnya untuk seseorang yang baru dikenalnya. Tapi Aku tak mempedulikannya. Apalagi duduknya juga "kurang sopan". Dengan menyandarkan tubuh sepenuhnya ke sandaran, hampir seluruh pahanya terbuka. Dan, entah disengaja atau tidak, kancing blousnya yang paling atas terbuka. Tentu saja belahan dan sebagian bukit kembarnya juga terbuka. Aku langsung mengkhayal yang "engga-engga". Mungkin Aku dibawanya ke suatu tempat yang memungkinkanku menyalurkan segala yang tertahan sejak beberapa hari lalu.
Taksi terus melaju menyusuri jalan-jalan besar dan kecil, menembus kemacetan. Aku belum hafal jalan-jalan di business district ini, sehingga ketika taksi berhenti di pinggir jalan agak kecil dan tak begitu ramai, Aku gagal mengidentifikasi daerah mana ini. Yang jelas, kami berdua memasuki pintu diskotik NNN. Lamunan nakalku buyar. Jeanny lebih sigap menyodorkan uang di ticket box.
"Ini ideku, jadi Aku yang bayar. Nanti kamu bayar makan malam aja," jelasnya.
"Okay, what ever you say laa," kataku meniru dialeknya. Jeanny ketawa lebar. Gembira benar dia sore ini.

Walaupun masih sore diskotik itu lumayan banyak pengunjungnya. Kebanyakan orang kantoran. Musik hingar bingar mengiringi beberapa pasangan yang turun di tengah ruangan. Jeanny memilih meja agak di tengah dengan lampu yang lumayan terang, dekat lantai dansa. Pilihanku sebenarnya di meja pinggir yang cahayanya temaram. Apa boleh buat, Jeanny telah menyeretku ke meja tengah yang terang itu lalu pesan minuman.

Jeanny membuka blazernya dan digantung di sandaran kursi. Gila! Blazer tak berlengan itu mencuatkan pinggiran buah yang langsat padat. Leher blouse tipis yang rendah dan kancing yang dilepas satu menyuguhkan "cetakan" buah kembar yang bulat.
"Ayo turun," ajaknya. Aku nurut saja. Musik yang terdengar bertempo cepat, Jeanny langsung larut dengan iramanya. Aku mulai menggoyang tubuh mengikuti irama musik, gaya "standar", tapi... Jeanny, lagi lagi Aku harus menyebut gila. Tak ada bagian tubuhnya yang tak bergoyang. Kedua susunya berguncang ke mana-mana, pinggulnya berputar hebat. Pahanya yang makin terbuka berloncatan bergantian.

Gaya menari yang gila, bentuk tubuh yang serba menonjol, dan pakaian yang minim atas bawah membuat Jeanny segera saja jadi pusat perhatian pengunjung. Suitan nakal dan tepuk tangan sering terdengar dari pengunjung. Bahkan cowo-cowo yang sedang asyik menaripun "melupakan" pasangannya untuk menatapi goyangan tubuh Jeanny. Aku yakin Jeanny sadar bahwa dia menjadi pusat perhatian. Dia malah meningkatkan gaya tariannya dengan menggoyang-goyang susunya. Nampaknya dia amat menikmati kondisi ini. Keringat yang mulai membasahi tubuhnya makin membuatnya "bersinar".
Sekitar 2-3 lagu disko panjang telah terlewati, badanku mulai pegal-pegal sebenarnya, padahal hanya goyangan biasa.
"Kita istirahat dulu," teriakku mecoba meningkahi bunyi musik.
"What?" teriak Jeanny. Kuulangi teriakanku, lebih keras.
"Okay, okay," kami menuju ke meja. Tepuk tangan panjang pengunjung menggema.

Jeanny minum birnya sambil terengah. Tubuhnya basah. Blouse tipis yang basah itu menempel ke tubuhnya makin mempertegas "cetakan" bulatan kembar dadanya yang turun-naik. Pemandangan indah yang membuatku tegang di bawah dan tambah ngos-ngosan.
"Gimana tarianku," tanyanya.
"Gila!". Jeanny ngakak.
"Tapi orang-orang pada senang."
"Benar. Dan kamu menikmatinya."
"Memang," ngakak lagi dia.
Hanya beberapa saat duduk ketika irama musik berubah lembut, Jeanny menarik tanganku lagi. Inilah yang kutunggu. Kami bergabung di antara pasangan-pasangan yang berpelukan bergoyang pelan.

Kedua tangan Jeanny menggantung di leherku. Pinggangnya kuraih lebih mendekat lalu menempel erat. Tak peduli penisku yang menegang ini menempel ketat di perut bawahnya. Aku yakin dia bisa merasakannya. Bulatan padat yang menekan dadaku menambah keteganganku. Tiba-tiba Jeanny mempererat tekanan pinggulnya di selangkanganku dan... dengan nakalnya dia memutar pinggul. Letak penisku yang tegang ke atas serasa digilas-gilas. Ampun, dia malah ketawa, matanya menatapku. Aku mengambil aksi, kucium bibirnya dan kulumat. Jeanny membalas lumatanku. Kami "bersilat lidah" beberapa saat sampai akhirnya Aku malu sendiri karena tingkah kami dipelototi pedansa lain. Aku melepas.
"Kenapa?" tanyanya.
"Engga enak ah, dilihatin orang."
"Gak apa-apa, acuh aja." Kami berlumatan lagi sampai dia melepas karena kehabisan nafas. Aku makin tinggi.
"Kamu terrangsang ya?" Lagi-lagi pinggulnya "menguyek" penisku. Aku meremas pantatnya. Kali ini dia memakai celdam.
"Sorry ya, membuatmu begini," katanya kemudian.
"Tak apa, Aku senang kok. Tapi kamu harus bertanggung jawab." Aku nekat, mulai menyerang.
"What do you mean..." nanyanya tak serius, sambil senyum sih.
"Aku ingin ada kelanjutannya."
"Ha... ha... ha..." Sialan, cuma ketawa dia.
"Aku serius, menginginkanmu."
"Lihat-lihat keadaan dulu ya."
"Apa maksudmu?"
Lagi-lagi dia hanya ketawa.

Benar-benar tak ada capeknya dia. Ketika musik berganti keras lagi Jeanny langsung menghambur ke tengah meninggalkanku sendirian di meja, menggoyang tubuh seksinya dengan lebih sensual. Lagi-lagi dia menjadi tontonan orang, dan tampaknya dia menikmati sorotan puluhan mata ke tubuhnya.

***

Kami meninggalkan diskotik jam 9, masih sore sebenarnya untuk ukuran hiburan malam. Tapi Aku masih banyak acara (yang kurencanakan) bersama Jeanny. Aku mengharapkan selesai makan malam nanti Aku bisa menyalurkan "kebutuhan dasar"-ku yang telah seminggu tertahan, dengan menyetubuhi tubuh seksi Jeanny. Dia tadi, setidaknya menurut penilaianku, telah memberikan sinyal lampu hijau.
Taksi yang kami tumpangi berhenti di pinggir Orhcard Road.
"Makan di mana kita?"
"Ummm, kamu benar-benar udah lapar?"
"Belum begitu lapar." Rangsangannya di diskotik tadi menghilangkan nafsu makanku.
"'Kay, kalau begitu, Aku masih ada yang harus kuselesaikan di kantor. Aku duluan, nanti susul Aku 5 menit kemudian," katanya sambil memberikan sesuatu ke tanganku. Sebuah kunci kamar, di gantungannya tertulis nomor kamar dan logo hotel tempat kerjanya. Aku bersorak!
"Okay, terima kasih."
Mungkin inilah gerak jarum jam yang paling lambat di dunia. Bagiku lima menit serasa 5 jam. Dengan menenangkan diri Aku masuk pintu utama hotel itu. Aroma makanan dari restoran fast food di lantai satu tak sanggup menggodaku untuk makan, padahal perutku belum terisi makanan sejak 7 jam lalu. Aku langsung menuju lift.

Kamar yang tak begitu luas, tapi bersih. Seperti kamar hotel standar lainnya ada 2 tempat tidur single, meja kerja, dan satu set sofa kecil. Jendela kaca lebar ke arah taman di depan hotel. Koden dan viltrage-nya terikat rapi di kedua pinggiran jendela. Di kejauhan tampak gedung-gedung jangkung yang bersiram cahaya lampu. Di kamar mandi tak ada bath tube, hanya douce yang dilengkapi pemanas air. Semuanya bersih dan rapi. Yang membedakan dari kamar hotel lainnya adalah, di meja rias ada seperangkat alat make-up wanita dan ada satu set mini compo music equipment. Sekarang Aku mau ngapain? Lagi-lagi menunggu. Tegang. Dering telepon mengagetkanku.
"Oh, kamu udah sampai. Sorry ya membuatmu menunggu. Bentar lagi kerjaanku selesai."
"Aku tunggu. Jangan lama-lama ya!"
"Lapar ya?"
"Iya. Tapi bukan lapar secara fisik."
"Ha..ha...ha... pesan makanan aja."
"Engga mau."
"Okay deh, bye." Telepon ditutup.

Tadinya Aku hanya bermaksud cuci muka saja, tapi air hangat dari pemanas air begitu nyaman. Aku mencopoti pakaianku. Singletku basah keringat.
"Sabar ya," kataku kepada penisku yang masih menyisakan ketegangan. Celdamku juga basah, plus noda-noda "cairan pendahuluan". Di tengah Aku mandi, kudengar pintu terbuka, lalu tertutup lagi, dan suara langkah kaki. Mungkin Jeanny yang masuk. Aku cepat-cepat menyelesaikan mandiku dan dengan hanya berbalut handuk di pinggang Aku keluar. Benar, Jeanny tampil segar, bersih dari keringat. Masih mengenakan blazer yang tadi, dan terkancing rapi.
"Hai, sorry ya kelamaan." Aku tak menjawab, langsung memeluknya, erat. Jeanny membalas pelukanku, tapi hanya sebentar terus melepaskan diri. Kurasakan ada yang berbeda tadi. Gumpalan daging kembarnya langsung menekan dada telanjangku. Jeanny tak memakai bra.
"Sebentar ya," katanya sambil menghidupkan mini compo. Terdengar musik keras, musik disco dari CD (bukan celdam, lho). Lalu tubuhnya mulai bergoyang. Huh, tak puasnya dia menari-nari. Aku hanya berdiri diam menontoninya. Tonjolan penisku menekan handuk, seperti anak yang baru disunat memakai sarung dengan ganjalan. Jeanny terus bergoyang mengikuti irama musik. Matanya menatapku, bibirnya tersungging senyum. Lalu sebelah tangannya ke dada melepas kancing blazernya yang paling atas.
Baru kusadari dia tak mengenakan blouse lagi. Belahan dadanya segera nampak. Masih sambil menari tangannya mencopot kancing kedua. Pinggir kiri kanan bulatan dadanya terbuka. Okay, Aku nikmati dia memperagakan tarian strip tease sambil tegang. Gumpalan daging yang berguncang-guncang itu benar-benar bulat. Lalu kancing ketiga yang merupakan kancing terakhir. Puting dadanya sebentar nongol sebentar ngumpet. Dan... blazer itu benar-benar terlepas. Tiba-tiba dilemparnya blazer itu ke arahku. Aku tak sempat menangkap, blazer itu jatuh ke lantai. Kini tubuh Jeanny dari pinggang ke atas telanjang. Padahal jendela kaca terbuka lebar dan lampu kamar menyala terang. Buah dadanya benar-benar menggiurkan. Aku tak tahan lagi. membuang handuk lalu menubruknya. Jeanny tak berhenti menari. Berkali-kali mulutku tergelincir dalam usaha menangkap bulatan daging susunya. Di luar dugaanku, Jeanny menolak tubuhku.
"Tetap di tempatmu, ya. Nonton aja."
"Engga!" protesku.
"Nanti tiba giliranmu, OK?" Sekilas dia melirik senjataku, senyum.
Baiklah, lagi-lagi Aku nurut, walaupun dengan rasa heran. Putingnya sudah menegang, tanda dia juga telah terangsang, tapi menolakku. Dengan telanjang bulat Aku menonton pertunjukannya. Masih tetap menari, kedua tangannya ke belakang, sepertinya sedang melepas rits roknya. Wow! Posisi tubuh yang begini mengakibatkan dadanya makin menonjol. Gilaaaa, Aku tak tahaaaan!

Rok itu mulai turun, bulu-bulu kelaminnya mulai tampak. Turun lagi, jelaslah, seluruh permukaan kewanitaannya memang ditumbuhi bulu, tapi tipis, pendek, dan merata. Jeanny melangkahi roknya yang sudah tergeletak di lantai. Tubuh telanjang yang nyaris sempurna. Hampir tak ada guratan atau "flek". Gerakannya berubah menjadi erotis. Kakinya kadang membuka lebar seolah menunjukkan bahwa dia memiliki lubang dan clit. Kadang memperagakan gerakan-gerakan senggama gaya doggie. Jeanny sama sekali tak terganggu, kemungkinan ada orang lain yang menonton tubuh telanjangnya dari jendela gedung seberang. Lalu Jeanny mendekatiku. Inilah saatnya, pikirku.
Sambil masih bergoyang Jeanny mendekat sampai ujung penisku menyentuh bawah perutnya, lalu digeser-geserkan. Lalu menjauh lagi. Huaaaa.....! Gerakan tadi diulang lagi. Tubuhnya merendah, bangkit lagi, merendah lagi sehingga kepala penisku menyapu-nyapu dari rambut kemaluannya ke dada.

Aku sungguh tak mengerti. Setiap Aku mencoba merengkuh tubuhnya, Jeanny menghindar. Ketika Aku pasif, kembali dia menggeser-geserkan ujung penisku ke tubuhnya. Sesekali Aku berhasil menangkap tubuhnya dan memeluknya erat. Jeanny membuat gerakan memutar pinggul menguyek penisku seperti tadi waktu kami berdansa. Tapi ketika Aku menikmati sensasi ini sambil merem dan pelukanku mengendor, Jeanny cepat-cepat melepaskan diri.
Tak ada jalan lain. Aku harus memaksa, kalau perlu memperkosa. demikian terlintas di pikiranku. Pikiran seorang lelaki lapar, yang tak mungkin menunda lagi, sementara makanan sudah siap terhidang di depan hidung.
Pada suatu saat dia lengah, Aku menangkap tubuhnya, memeluk erat sambil bertahap menggeser ke tempat tidur. Jeanny bertahan, balas mendorong memepet tubuhku sampai punggungku menyandar di dinding.
"Sabar ya sayang." Mana bisa sabar.
Tubuhnya merendah. dielusnya batang penisku. Mataku terpejam menikmati elusannya. Pada saat posisinya berlutut, kusodorkan penisku ke mulutnya. Jeanny menggeleng lembut. Tangannya makin intensif mengelusi kelaminku, hanya sebelah tangan, sedangkan tangannya yang lain menjangkau sesuatu di meja rias. Jeanny melumuri telapak tangannya dengan cairan body lotion, lalu mengocok batang penisku. Caranya mengocok sungguh merangsang. Tubuhnya sambil menggeliat-geliat dan mulutnya mengeluarkan erangan. Sesekali penisku ditempelkan ke dadanya lalu telapak tangannya "menggiling". Tanpa sadar Aku mulai ikut mengerang. Pembaca, kondisiku yang sudah demikian tinggi, stimulasi pada kelaminku demikian intensif, telah seminggu tak ejakulasi, akhirnya aku tak mampu menahan diri, jebol juga. Aku mencapai puncak.
Cepat-cepat Jeanny memeluk pinggulku, Aku meledak di dadanya, Kuat sekali Jeanny mencekram pinggulku. Aku berdenyut-denyut di dadanya.

Banyak sekali aku menumpahkan cairan mani di dada Jeanny. Maklum, telah "menabung" seminggu. Pelukannya mulai mengendor setelah dirasakannya Aku tak berdenyut lagi. Jeanny melepas. Di"periksa"nya cairan putih yang menumpahi buahnya. Lalu, tanpa kuduga, dengan telapak tangan dia meratakan cairan itu ke kedua buah dadanya.
"Bisa menghaluskan kulit," katanya ketika dia melihatku bengong atas tingkahnya. Aku membantunya. Baru kali ini telapak tanganku tanpa gangguan meremasi payudaranya. Kenyal.

***

Aku mencoba me-refresh ingatanku tentang perilaku Jeanny sejak pertama kali melihatnya. Naik kereta selalu pamer paha dan bagian dada, beberapa kali Aku menangkapnya tak berceldam dan menunjukkannya kepadaku, menari erotis di tempat umum dan menikmati jadi tontonan, dan terakhir bertelanjang bulat menari di depan hidungku dengan membiarkan jendela kamar terbuka lebar. Aku yang mulai menduga sejak beberapa hari lalu semakin merasa yakin, bahwa Jeanny memang EXB, alias (sexual) exhibitionist, orang yang suka memamerkan tubuhnya di depan umum.
Selain itu, Jeanny begitu mandiri dan independent, hidup dan tinggal sendiri, punya pekerjaan dengan posisi bagus. Mandiri mungkin menjadi ciri umum cewe Singaporean. Beberapa cewe teman kantorku juga begitu. Ada satu lagi sifatnya yang menonjol (selain dadanya he..he..) dia otoritatif, maunya orang menuruti kehendaknya.
Begitulah sosok seorang perempuan yang bernama Jeanny, yang baru kukenal tapi seolah sudah begitu dekat.
"Mikirin apa," tanyanya mengejutkanku. Kami berdua masih telanjang. Aku terlentang Jeanny tiduran di dadaku.
"Ah, engga. Cuma capek, dan lapar."
"Wah iya, kamu belum makan ya?" Jeanny bangkit, dadanya berguncang indah.
"Yuk, kita makan dulu," ajaknya sambil memungut blazernya dan dipakai. Lalu roknya. Hanya kedua potong pakaian itu saja yang dikenakannya. Dengan agak malas Aku bangkit berpakaian. Aku sebenarnya mengharapkan tinggal lebih lama di sini sehingga bisa menyetubuhinya.
"Belum waktunya," jawabnya ketika Aku mengutarakan niatku.
"Kapan?"
"Tunggu saja setelah Aku siap."
"Kapan siapnya?" kejarku.
"Sudahlah, sudah larut nih, kita makan trus pulang."
Akhirnya kami cuma makan fast food di lantai 1 hotel ini.
"Kuantar sampai apartmentmu," usulku ketika kereta hampir sampai di stasiun tujuanku.
"Tak usahlah."
"Aku ingin mengantarmu."
"Belum waktunya, honey."

Bagian empat : MLA

Kami jadi semakin akrab, berangkat dan pulang kantor bersama-sama. Tapi kesempatan makan siang bersama jarang kudapatkan. Dia begitu sibuk dan harus makan di kantornya. Aku tak rikuh lagi mencumbuinya di dalam kereta --kalau tak kebagian tempat duduk-- seperti laiknya pasangan ABG yang sering kujumpai.
Pernah suatu ketika berdua kebagian berdiri di pojok. Jeanny memutar tubuhnya membelakangiku, lalu dituntunnya tanganku ke balik blousenya. Tangan kiriku berpegangan pada "gelang-gelang" yang tergantung di atas, sementara tangan kananku memerasi susunya. Beberapa kali kami pergi lagi ke diskotik itu dan seperti biasanya "penyakit" exhibitionist-nya muncul di sana. Hanya kali ini tanpa "pertunjukan kamar" seperti tempo hari. Dia menolak memberikan kunci kamarnya dengan alasan yang tak jelas. Meskipun telah mengenali sifat-sifatnya, bagiku Jeanny tetap sebuah misteri.

Suatu saat sebulan lewat setelah pertama kali kami ke diskotik, ketika waktu istirahat baru saja habis, Jeanny meneleponku.
"Sudah makan?" tanyanya.
"Sudah, barusan."
"Oo, Aku berharap kita bisa makan siang sama-sama."
"Kenapa tadi pagi gak bilang?"
"Memang sih, soalnya Aku juga belum yakin bisa. Bisa ke sini gak?" tanyanya.
"Umm... Aku khawatir tak bisa." Sebagai karyawan yang relatif baru Aku tak bisa seenaknya meninggalkan kantor dalam jam kerja.
"Aku pengin bicara."
"Gak bisa bicara lewat telepon aja?" tanyaku.
"Gak. terlalu panjang, nanti."
"Aku punya waktu, hanya tak enak kalau ke luar kantor."
"Okay deh, nanti sore saja pulang kantor kamu ke sini."
"OK."
"Nanti telepon dulu ya sebelum pergi."

Mendadak Aku berdebar-debar ketika kereta berhenti di Dobyghout. Tak biasanya Jeanny mengajakku ke sini hanya untuk bicara. Pasti sesuatu yang penting. Sayangnya Aku tak bisa menebaknya. Ah, mengapa harus dipikir? Apapun yang akan dia bicarakan, Aku sudah siap menerimanya. Aku sempat membayangkan the worst case seperti: Kita cukup di sini saja, jangan lagi menghubungiku. Siapkah Aku?
Tadi dia pesan, Aku langsung saja naik ke lantai 6, ke kamar yang dulu. Ternyata dia sebagai Manager memang "menguasai" kamar itu sebagai kamar pribadinya. Hanya dia harus siap memberesi barang-barangnya kalau suatu ketika hotelnya mengalami full book.

Kuketuk pintu kamarnya. Tak ada jawaban. Kuulangi ketukan lebih keras. Juga tak ada balasan. Aku coba memutar handle pintu, tak terkunci, pintu terbuka. Aku melongok.
"Anybody home?" Sepi.
"Jean!" teriakku. Masih tak ada sahutan. Aku menutup pintu kembali dan melangkah masuk. Melewati pintu kamar mandi, dan 2-3 langkah lagi... jantungku berhenti.
"Oh!" seruku otomatis.
Jeanny berdiri di jendela kaca yang terbuka korden dan viltrage-nya, agak di pinggir (sehingga tadi Aku tak melihatnya), menghadap ke luar, dan... telanjang bulat! Gila! Anak ini benar-benar exhibitionist gila! Dari belakang sosok tubuhnya begitu indah. Lengkungan yang nyaris ideal. Dari punggung lengkungan itu dimulai, berpuncak paling dalam di pinggang, terus menggelembung lagi di pinggul. Sepasang bulatan pantatnya begitu "nyedit" (apa bahasa Indo-nya ya Mas Wir?), khas Singaporean, Lalu sepasang paha panjang itu, ditopang sepasang betis yang juga panjang, dan sepasang kaki yang juga telanjang. Jeanny tetap berdiri memandang jauh ke gedung seberang, tak menengok sedikitpun, seolah memberiku kesempatan untuk menikmati lengkungan tubuhnya.
"Jeanny," panggilku beberapa saat kemudian setelah Aku puas meneliti tubuhnya dari belakang.

Dengan amat perlahan Jeanny memutar tubuhnya, menghadapku. Standing lamp di sebelahnya yang menyala mempertegas bulatan-bulatan di dadanya. Bahkan bayangan puting yang "jatuh" di buahnya memberikan informasi bahwa kedua benda itu menegang. Lampu itu juga membantuku mengamati bulu-bulu kewanitaannya. Matanya tajam menatapku.
Aku mendekat. Lebih dekat. Kubelai pipinya dengan punggung jari-jariku. Matanya menutup. Hembusan nafasnya menerpa wajahku. Kurabai bibirnya dengan ujung telunjukku. Bibirnya terbuka. Mengemoti jariku. Tak lama. Lalu telapak tanganku menelusuri lehernya, dengan "teknik" telusur mengambang, antara menyentuh dan tidak. Turun lagi ke dadanya. Kedua telapak tanganku secara "full coverage" ber-rotasi di kedua belah dadanya, masih dengan teknik mengambang. Puting itu memang telah mengeras. Lalu ketika kedua tanganku mengikuti alur lengkungan pinggangnya, bibirku kusentuhkan di puting dadanya, sebelum akhirnya mulutku ikut menelusuri seluruh permukaan buah itu. Jeanny melenguh, matanya masih terpejam. Ketika surfing mulutku berakhir di puting dan mengemotnya, Jeanny merintih. Kali ini mulutku begitu leluasa menciumi, menjilati, bahkan menggigiti buah ranum itu. Sebulan lalu, di tempat ini juga, hanya sempat mendarat di beberapa bagian saja. Kali ini Jeanny menjadi penurut, tidak sambil menari-nari, hanya geliatan pelan.
Penelusuran berlanjut. Sambil jongkok dan berpegangan pada pinggiran pinggulnya, mulutku mulai menjelajah permukaan kewanitaannya yang ditumbuhi merata bulu-bulu pendek. Erangan dan lenguhan Jeanny makin sering terdengar. Tiba-tiba Jeanny mengangkat sebelah kakinya dan ditumpangkan ke bahuku. Posisi tubuh yang memungkinkan lidahku menjangkau selangkangannya lebih dalam. "Nyanyian" Jeanny makin keras dan makin tak karuan.

Jeanny menurunkan kembali kakinya, lalu dengan agak terburu dia membukai kemejaku. Aku membuka celanaku. Aku telah bugil. Penisku telah siap. Jeanny menyandarkan diri ke kaca dan mengangkat kakinya lagi.
"Disini?" bisikku. Jeanny mengangguk-angguk.
Tangan kananku menopang paha kirinya. Kuarahkan ujung penisku, Aku menekan, dan "kepala"ku masuk. Jeanny mengerang lagi. Tekan lagi, penisku telah sempurna memasuki tubuhnya. Aku mulai memompa. Di jendela kaca itu. Tak peduli mungkin saja ada orang yang melihat dari jendela gedung seberang. Mana sempat peduli?
Rasa maluku telah hilang, ditimpa rasa nikmat. Nikmat yang agak asing karena telah lama tak merasakan. Rasa nikmat yang ditimbulkan oleh sensasi gesekan batang penisku ke dinding-dinding vagina Jeanny. Rasa nikmat yang ternyata tak begitu lama kunikmati (salah sendiri kenapa "menabung" terlalu lama?). Jeanny membiarkan Aku ejakulasi di dalam tubuhnya. Semprotan yang berkali-kali dan melimpah.
Oh Jeanny, MLA, ML juga Akhirnya.

"Nah, sekarang Aku siap mendengar," kataku setelah kami membersihkan diri masing-masing dan berdua tidur-tiduran di salah satu single bed, masih sama-sama telanjang, seperti bulan lalu sehabis Aku dimasturbasi olehnya, Aku terlentang dan kepala Jeanny di dadaku.
"Tak ada yang perlu dibicarakan," sahutnya.
"Lho, tadi kamu pengin bicara."
"Sebenarnya tidak ada. Aku hanya ingin memberitahumu, sudah waktunya."
Dengan gemas kuciumi wajahnya.
"Laparnya ya?" katanya. Perutku berkeroncong, Jeanny mendengarnya. Tanpa minta persetujuanku Jeanny menghubungi room service lewat telepon minta makanan, lalu rebah lagi di tubuhku.
Lalu ketika beberapa saat pintu diketuk dan terdengar teriakan "Room service", Jeanny bangkit, memberesi seluruh pakaianku, menarikku ke kamar mandi, menciprati tubuhnya dengan air, menyambar handuk dan dililitkan ke tubuhnya. Handuk itu kurang lebar buat menutupi tubuhnya. Separuh buah dadanya bagian atas terbuka, sementara seluruh pahanya tak tertutup. Jembutnya nyaris terlihat.
"Diam dulu di sini ya. Jangan bersuara." Jeanny menutup pintu kamar mandi.
Dasar Jeanny, menemui pelayan hotel dengan hanya berbalut handuk sempit. Terbayang, pelayan itu mungkin tersipu sambil menelan air liur menatapi buah dada dan seluruh panjang kaki mulusnya.
"Ayo, makan," katanya setelah pelayan lelaki itu pergi. Aku keluar kamar mandi mendapati Jeanny sudah membuang handuknya. Kami makan sepiring berdua, dengan bertelanjang bulat. Tak mungkin kan dia pesan makanan dua porsi. Menghindari kecurigaan.

Bermula dari memperhatikan gerak tubuhnya sewaktu Jeanny menyisir rambutnya di depan kaca rias, Aku menjadi terangsang lagi. Kudekati dia. Kucium kuduknya. Jeanny bergidik. Lengan atasnya mendadak berbutir-butir tanda merinding. Kucium belakang telinganya. Jeanny melenguh. Diraihnya tanganku dan dituntun ke dadanya. kuusapi dadanya. Jeanny merintih. Aksi berlanjut.
Kutuntun badannya menuju kasur, tapi Jeanny memaksaku terus melewati kasur dan menuju jendela. Dibukanya salah satu bilah kaca jendela, suara bising lalulintas langsung terdengar. Ditariknya salah satu kursi menyender ke jendela yang terbuka tadi. Lalu Jeanny naik ke kursi dan menelungkupi sandarannya. Kepala dan bahu Jeanny ada di luar jendela. Pahanya membuka. Aku mengerti maksudnya. Aku juga manaiki kursi itu. Jeanny menginginkan doggie style di sandaran kursi. Aku masuk dari belakang. Memompa maju-mundur. Mulut Jeanny menceracau tak karuan. Sudah kuduga, di second round ini Aku bisa lebih lama. Entah sudah berapa puluh pompaan Aku belum merasakan tanda-tanda mencapai puncak. Aku tak bisa menduga apakah Jeanny sudah "selesai" atau belum. Aku tak melihat wajahnya. Pahaku pegal sekali, Aku menyerah.
"Jean, kita pindah yuk, di tempat tidur."
"Okay," Aku melepas. Dengan buru-buru dia melompat ke kasur, menelentang dan kaki terbuka lebar. Aku masuk lagi. Aku memompa lagi. Naik-turun dan maju-mundur. Pinggul Jeanny bergoyang liar maju-mundur dan berputar horisontal. Sampai kurasakan dalam dekapan kencangku tubuhnya berguncang teratur. Sampai kurasakan getaran tubuhku sendiri seirama pancaran air mani.
Oh Jeanny, bagiku engkau tetap misteri.

THE END

MIMIN DEWASA
Episode 1

Aku dan Mimin sudah jarang lagi punya kesempatan untuk berdua saja, karena isteriku sekarang lebih sering di rumah, jarang bepergian. Sebenarnya aku juga sudah 'usaha' mendapatkan kesempatan berdua saja dengan Mimin dengan cara menawari isteriku untuk menengok anak-anak di Bandung. Tapi tetap saja dia tak bersedia "Minggu depan mereka 'kan pulang"begitu katanya, atau. "Biarlah, toh mereka udah gede", atau. "Ayo kita tengok bareng" Tentu saja Aku jawab tak bisa, sibuk alasanku.

Sejauh ini 'pelajaran' yang kuberikan kepada Mimin sudah hamper seluruhnya, seingatku. Mimin dalam umurnya yang hampir 17 tahun sudah mengerti tentang hubungan suami-isteri, tentang bagaimana perangsangan dilakukan, dan juga tentang ejakulasi. Menyaksikan Aku, ayah angkatnya ejakulasi saat dia belajar mengoralku, juga menonton hubungan seks yang kulakukan dengan isteriku dari awal sampai akhir. Bahkan dia juga sudah merasakan sendiri nikmatnya dirangsang ketika Aku mengulumi puting dadanya dan menjilati kewanitaannya.

Yang dia belum alami adalah orgasme-nya sendiri. Tentu saja ini sulit kuberikan, karena Aku sudah commit tak akan merusak anak angkatku walaupun dia pernah memintanya. Bahkan Aku sempat juga tergoda untuk melakukannya. Tapi, biarlah yang satu itu ia dapatkan dari suaminya kelak. Kadang Aku merindukan saat-saat berdua saja dan bebas melakukan apa saja (kecuali yang satu itu). Tapi Aku memang benar-benar ingin lagi merabai tubuhnya. Sudah beberapa bulan Aku tak lagi 'memeriksa' sudah sebesar apa buah dadanya, atau sedah lebatkah bulu-bulu kelaminnya. Kesempatan untuk berdua semakin susah kudapatkan, apalagi Mimin sudah semakin sibuk dengan kegiatan-kegiatan eks-kul-nya. Bahkan untuk bertanya berapa sekarang ukuran bra dia, aku tak punya kesempatan.

Tapi.... suatu pagi ketika Aku sedang di kantor, telepon berdering. "Ayah, punya nomor telepon Avia Travel gak?" terdengar suara isteriku. Aku hampir melonjak kegirangan. Itu artinya isteriku mau ke Bandung. "Ada...ada... bentar Ayah cari dulu...."kataku girang. Cepat-cepat Aku cari di HP, gak ketemu. Di buku catatan juga tak ketemu. "Tutup dulu dah Bu, entar Ayah telepon"

Kenapa musti bingung cari-cari? Telepon saja 108, beres. Itulah Aku, saking gembiranya sampai lupa. Aku juga tak memikirkan kenapa isteriku tak nelepon saja ke Penerangan, mungkin dia juga lupa. Nomor sudah kudapat. "Kapan Ibu mau ke Bandung?"tanyaku
"Eh... siapa yang mo ke Bandung" Seketika lenyaplah kegembiraanku. "Lhah .... nanya travel buat apa?"tanyaku. "Ini.... ibu-ibu tetangga pada mau jalan-jalan ke Jatiluhur...." "Oooh...."kataku melongo, dan tentu saja kecewa. "Ibu gak ikut?" "Pasti dong ..... boleh kan Yah..." "Boleh....boleh...."jawabku cepat. "Makasih ya...." Untung dia tak curiga, kenapa Aku begitu bersemangat memberi izin....

***

Hari Minggu pagi-pagi isteriku sudah sibuk melakukan persiapan untuk jalan-jalan. Mimin sibuk pula membantunya. "Bener kamu gak ikut, Min"tanya isteriku. "Penginnya sih Bu.... tapi udah janjian ama temen2 nih....lagian 'kan ibu-ibu semua..." "Tante Rina bawa anaknya tuh...." "Iya emang, tapi kan .... masa Mimin gaul ama anak SD...."kata Mimin. "Iya sih... emang ini acara ibu-ibu. Kali aja Mimin pengin ikutan"kata isteriku.

Aku antarkan isteriku sampai pintu pagar, selanjutnya Mimin membawakan tas berisi makanan sampai ke taman di kompleks perumahan, di mana bus Avia travel sudah siap terparkir. Aku hanya melihatnya dari kejauhan saja. Dasar ibu-ibu, heboh, mulutnya yang lebih banyak bekerja dibanding tangannya. Kulihat Mimin masih disitu, padahal Aku harapkan dia segera balik. Sampai bus berangkat dan lenyap di tikungan, barulah Mimin pulang. Aku masih di depan pintu memperhatikan Mimin jalan menuju rumah. Inilah saatnya.... Aha... belum-belum penisku menegang melihat Mimin dengan blouse ketatnya. Dadanya berguncang indah ketika dia jalan cepat. Uh.... dada anak ini sudah tumbuh sempurna. Berapa bulan ya Aku tak melihat gumpalan daging kembar itu?

Aku masuk, dengan berdebar menunggu kedatangan Mimin. Begitu beberapa langkah Mimin memasuki pintu, Aku sergap dan memeluknya erat-erat. Walaupun agak kaget Miminpun segera menyambut pelukanku. Kurasakan ganjalan dadanya memang lebih sesak. "Min....." "Ayah....."katanya "Ayah kangen...." "Kan tiap hari ketemu"katanya. "Iya, tapi udah lama Ayah engga peluk kamu..." "Iya ya Yah.... dah lama banget" "Tubuh kamu....."kataku sambil merabai pantatnya. Makin padat dan makin membulat. "Kanapa tubuh Mimin Yah...." "Makin sexy aja...." "Masa' sih Yah....."katanya sambil melepas pelukan dan mengamati tubuhnya sendiri. "Rasanya biasa aja tuh.... sexy gimana Yah..."sambungnya. Kutangkupkan kedua telapak tanganku ke kedua buah dadanya. "Buah dadamu udah gede sekarang"kataku. "Berapa sekarang ukuran bra kamu?"
"34B Yah...." "Wow... udah sama ama punya Ibu tuh..."komentarku.
Kedua tanganku turun ke pinggangnya. "Pinggang kamu mkin ramping...." "Engga kok Yah....ukuran celana masih sama tuh..." "Oh...mungkin ini nih..."kataku sambil tanganku merabai lengkungan indah pinggulnya. "Pinggulmu nambah jadi pinggangmu terlihat menyusut" Lalu tanganku ke belakang tubuhnya dan lalu meremasi kedua gumpalan pantatnya.
"Pantatmu ..... hmmm..... sexy banget...."

Lalu dengan cepat tanganku menuju dadanya melepas kancing blouse-nya satu persatu.
"Ayah mo ngapain...."
"Mimin blum mandi....."katanya lagi. Tangannya mencegah tanganku.
"Cuman pengin ngeliat aja..."kataku.
Lalu tangannya melepas tanganku. Aku meneruskan pekerjaaanku sampai semua kancingnya lepas. Juga blouse-nya sekalian kutanggalkan. Mimin tak menolak.

Cup bra warna krem itu bagai tak mampu menampung kedua 'bola' putih mulus itu.
"Hmmm.... kaya'nya kamu harus pakai 36 Min...."
"Udah pernah nyoba.... kegedean Yah...."
"Atau coba yang 34 cup C deh...."
"Iya keknya"katanya.
Tanganku bergerak ke punggungnya dan melepas kaitan bra-nya. Mimin biasa saja, tak berreaksi. Bra itu terlepas....
Wow !
Kini kedua bola kembar itu tampak seutuhnya.
Sepasang gumpalan daging yang dibungkus oleh kulit putih dan mulus, tanpa cacat. Urat-urat kehijauan samar-samar menghiasi, menambah keindahan buah dada perawan ini. Mataku tak berkesip memandanginya...
"Kenapa Yah.... sampai melotot gitu...."katanya.
Puting dadanya berwarna nyaris pink, masih kecil seperti dulu, bedanya, sekarang menonjol menggemaskan.
"Puting dadamu......"
"Kenapa?"
"Udah nonjol, sekarang...."
"Habisnya.... Ayah raba-raba.... kan Mimin jadi horny...."
Aku terkejut. Dia sudah mengenal kata 'horny'. Rasanya Aku belum pernah mengnalkan kata itu.

Langsung saja mulutku merapat hendak menjangkau puting indahnya.
"Yah.... Mimin blum mandi....."
Aku tak peduli. Tak ada aroma aneh. Kukemot pelan-pelan puting yang mulai mengeras itu.
Mimin melenguh pelan.
Mulutku mengemoti puting kirinya sedangkan telapak tanganku meremasi dada kanannya. Puting itu makin keras.
Mimin merintih....
Sudah mirip rintihan wanita dewasa yang sedang menikmati rangsangan pada tubuhnya, bukan lagi rintihan gadis 16 tahun...

"Kita ke kamar Yah....."bisiknya pelan sambil terengah
Aku tersadar. Aku menciumi buah dada anak angkatku di ruang tamu. Bagaimana kalau tiba-tiba ada orang masuk ?
Kututup pintu depan dan kukunci, lalu Aku membimbing Mimin masuk ke kamarnya. Mimin masih sempat menyambar blouse dan bra yang tercecer di lantai. Mimin langsung merebahkan diri ke kasur. Aku mengikutinya dan menindih tubuhnya.
"Ayah udah keras....."katanya lemah.
"Terasa ya...."kataku.
Kubelai-belai dulu seluruh wajahnya. Dimataku, pagi ini Mimin jadi cantik luar biasa. Wajah putih bersih itu jadi bersemu merah. Aku langsung mencium bibirnya dan Mimin menyambut ciumanku dengan hangat. Bibir dan lidahnya segera bermain mengimbangi permainanku. Berbeda dengan ciuman beberapa bulan lalu, kali ini ciuman Mimin terkesan ganas. Aku tak ingat lagi bahwa wanita yang sedang kutindih tubuhnya dan kulumat bibirnya ini adalah anak angkatku. Rasanya Aku sedang mencumbui isteriku, cumbuan dalam proses menuju hubungan suami isteri. Dalam bayanganku, isteriku ini menjadi jauh lebih muda. Terbayang kan nikmatnya ? Aku lupa bahwa isteriku sebenarnya sekarang sedang duduk dalam bus menuju Jatiluhur.

Lelah berciuman, biasanya mulutku terus ke bawah menciumi leher. Biasanya isteriku menggelinjang menerima ciuman di lehernya. Tapi "isteri"ku ini hanya merintih dan merintih, tubuhnya hanya sedikit ber-gerak-gerak, bukan menggelinjang. Dari leher turun ke dada, pastilah.
Aku mulai dari menciumi buah sebelah kanan sementara tanganku meremasi dada kiri. Dalam genggamanku buah ini sama besarnya milik isteriku, tapi... kekenyalannya jauh berbeda. Dada "isteriku" ini begitu keras dan padat. Mulutkupun merasakan perbedaan. Puting yang sedang kukemot ini lebih mungil. Reaksinya juga beda. Berbeda dengan Mimin beberapa bulan lalu sering geli-geli sehingga kadang2 menepis, Mimin sekarang menikmatinya dengan merintih-rintih dan tubuh berkelojotan, sehingga sering mulutku harus mengikuti 'buah' yang 'berlari' kesana-kemari. Lalu tangan dan mulutku berganti peran, mulutku pindah ke dada kiri dan tanganku ke dada kanan.

Tapi tak lama, Aku seolah "diingatkan" oleh gerakan pinggulnya yang mendesakkan selangkangannya ke selangkanganku. Diingatkan ada yang belum kujamah. Tanganku melepas buah dadanya dan bergerak ke bawah menyusup ke balik rok-nya, lalu menyusup sekali lagi ke balik celana dalamnya. Ehm.... terasa oleh tanganku, bulu-bulu halus itu. Memang seperti yang sudah kuduga, Mimin telah basah. Tapi Aku tak mengira dia akan sekuyup ini. Kakinya membuka seolah memberi jalan untuk tanganku. Begitu ujung jariku menyentuhnya, Mimin langsung melenguh keras, dan panjang.
"Ooh....ayah...."
"Napa Min...."
"....Sedap....banget...."katanya terputus-putus.
Padahal jariku cuma menggosoki clit dan pintu liangnya.

Tiba pada tahap selanjutnya, yaitu seperti biasa, Aku akan membenamkan kepalaku di selangkangan isteriku, cunillingus. Maka Aku bangkit, memelorotkan rok dan sekaligus celana dalamnya. Sejenak Aku tertegun. Dua hal yang membuatku 'pause', pertama, yang sedang kutelanjangi ini ternyata bukan isteriku seperti bayanganku tadi. Dan kedua, vagina ini sudah berubah. Permukaannya sudah ditumbuhi bulu-bulu halus yang hampir merata. Mirip vagina artis JAV yang sering kulihat di internet, kalau tak salah namanya Miyabi...

Isteriku atau bukan, kali ini dia adalah milikku. Lalu ketika aku menundukkan kepala, "isteriku" ini bangkit.
"Yah.... jangan di sini....'
"Kenapa...?"
"Kalo-kalo temen Mimin nanti dateng.... biasanya langsung ke kamar...."
"Emang jam berapa mereka dateng"
Mimin melirij jam dinding.
"Masih sejam lagi sih.... tapi...."
"OK. kita pindah ke kamar Ayah"kataku.
Mimin bangkit sambil buru2 menyambar pakaiannya yang berserakan.

Sampai di kamarku, tiba-tiba Aku ingat sesuatu.
"Kita ke atas aja yuk...."
Kalau teman2 Mimin datang pasti akan mendengar lenguhan Mimin yang sekarang jadi keras. Mimin menangkap maksudku, maka dengan masih telanjang bulat sambil menggamit pakaiannya Mimin naik tangga. Aku ikut di belakangnya sambil menikmati goyang pantat polosnya yang begitu menggairahkan.

Kita berdua masuk ke kamar anakku dan langsung menguncinya. Mimin rebah terlentang di kasur, pahanya dibuka lebar-lebar menyuguhkan belahan vagina yang membasah. Aku juga langsung melepas seluruh pakaianku dan menyerbu selangkangan Mimin. Segera tercium aroma khas perawan, aroma yang kusukai. Aku mulai dengan menjilati clit dan liangnya. Mimin lagi-lagi merintih dan tubuhnya gelisah.
"Ayah.....Ayah...."serunya pelan di sela-sela rintihannya. Beberapa menit kemudian.... tibalah saatnya.
"Ayo ...Yah.... masukin....sekarang....."katanya terputus-putus.

Aku bangkit dan bertumpu pada kedua lututku. Kelaminku dengan gagahnya telah siap. Kami berdua sudah terrangsang sedemikian tingginya sehingga kami lupa tentang diri kami masing-masing. Yang Aku ingat hanyalah Aku segera akan memasuki tubuh perempuan yang gelisah membasah ini. Kuletakkan kepala penisku di liang senggama Mimin yang hanya terlihat seperti garis lembab. Kugosok-gosokan vertikal dari kelentit ke bawah dan sebaliknya. Begitu terus berulang-ulang agar "garis" itu membuka. Mimin makin tak karuan.

Lalu.... pada posisi yang tepat, Aku menekan pelan. Mentok. Kepala penisku seperti membentur dinding. Kuulang menggosok lagi beberapa kali, lalu mulai menekan, agak keras. Kepala penisku nyaris tenggelam ketika Mimin mengaduh. Kulihat wajahnya berkerut menahan sakit. Tekanan kukendorkan.
"Sakit...Min....."
Mimin mengangguk-angguk. Bibirnya mengatup, kepalanya tengadah menatap atap dan matanya terpejam.
"Terus aja Yah...."serunya agak keras.
Justru suaranya yang agak keras ini menggugah kesadaranku. Sebentar lagi Aku akan merobek selaput dara anak angkatku. Pantaskah perbuatanku ini?
".....Ayo Yah....."
Anakku lah yang mengundang, akankah Aku menerima undangannya ?
Aku bimbang.
Antara ya dan tidak
Antara memenuhi nafsu dan menimbang moral.
Sempitnya vagina ini memang menggiurkanku untuk merasakan sensasi yang pernah kurasakan belasan tahun lalu di waktu malam pengantin. Tapi, harus dibayar mahal oleh masa depan anak perwan ini.
Begitu bejatkah Aku ?
Tidak ! Aku tak sebejat itu. Mengorbankan masa depan anak angkat hanya demi sensasi selaput dara.

Aku menarik kelaminku.
Mata Mimin terbuka.
"Kenapa Ayah....?"
Aku hanya memandanginya.
"Ayah....?"
"Engga, Min...."
Wajah Mimin masih menatapku dengan keheranan.
"Sebaiknya tidak kita lakukan...."kataku.
"Tapi Ayah.... Mimin pengin ngerasain....."
"Tidak Mimin, tidak sepantasnya ...."
"Mimin ingin Ayah yang pertama melakukannya...."
Aku hanya diam.
"Aku rela Yah......"
Aku bingung.
Tapi di saat kritis begini, Aku tiba-tiba menemukan jalan keluar.

Kubenamkan lagi wajahku ke selangkangan Mimin. Kujilati lagi clit-nya, liangnya.
Mimin kembali mendesah.
Bahkan clitnya kini kukemot-kemot.
Mimin makin tak karuan.
Aku terus tak peduli rintihannya.
....Sampai beberapa menit kemudian......

Tubuhnya mengejang hebat. pahanya menjepit kepalaku dengan kencang.
Lalu kudengar lenguhan panjang, bahkan teriakan nada tinggi.
Kurasakan tubuhnya bergetar dan lalu berkedut-kedut beraturan, beberapa kali.
Mimin telah sampai.
"Ayah......... enak bangeeet........"
Kulepas kemotanku, kubiarkan tubuhnya berkedutan. beberapa lama.
Lalu kurasakan jepitan pahanya melonggar.
Pahanya jatuh, tubuhnya rebah lemas.
Aku melepaskan diri. Mimin lalu meraih tubuhku dan memelukku kencang.
"Terima kasih Ayah....... enak banget......"
Aku juga memeluknya erat.
"Baru kali ini Mimin merasakan sedapnya......"
Mimin telah merasakan orgasme pertamanya...... !
Orgasme Sang Perawan,
Orgasme clitoral.

Pijatan Mbak Tun


Kurasa hampir semua orang pasti pernah merasakan dipijat, apa lagi para
laki-laki hidung belang seperti sebagian besar pembaca surgadunia.com.
Kurasa sebagian besar dari mereka pasti punya langganan pemijat di
panti-panti pijat yang menjamur di mana-mana.

Itulah enaknya jadi kaum laki-laki, ibaratnya seperti iklan minuman
ringan, bisa di mana saja, kapan saja dan dengan siapa saja. Ini berbeda
sekali dengan kaumku, kalau badan pegal harus susah payah cari mbok
pemijat yang belum tentu ada di setiap tempat, apa lagi di kota besar
seperti Surabaya ini.

Biasanya kalau badanku terasa pegal-pegal, kuminta bantuan adikku untuk
memijatnya. Kadang kami bergantian saling pijat. Tetapi hari ini rumahku
sedang kosong. Adikku masih kuliah sedangkan orang tuaku belum pulang dari
tugas rutinnya mencari nafkah.

Hari ini aku agak sedikit kurang enak badan. Terasa sekali badanku
pegal-pegal, namun di rumah sedang tidak ada siapa-siapa. Kucoba bertanya
kepada tetangga kanan kiri barangkali ada yang tahu kalau-kalau ada
tetangga sekitar yang bisa memijat. Sebenarnya aku tahu bahwa di ujung
gang sana ada seorang tukang pijat yang terkenal di sekitar rumahku, tapi
laki-laki, namanya Pak Mat. Tidak bisa kubayangkan bahwa tubuh molekku ini
bakal dipijat oleh seorang tukang pijat laki-laki, bisa-bisa yang dipijat
nanti hanya di daerah-daerah tertentu saja.

Akhirnya aku dapatkan juga seorang tukang pijat wanita. Namanya Mbak Tun
yang rumahnya juga tidak begitu jauh dari rumahku. Kucoba untuk mendatangi
rumah Mbak Tun yang jaraknya hanya sekitar dua ratus meter dari rumahku.
Kebetulan Mbak Tun ada di rumah dan bersedia datang ke rumah untuk
memijatku. setelah berganti pakaian dan membawa sedikit perlengkapannya,
Mbak Tun mengikutiku pulang.

Mbak Tun usianya masih relatif muda, hanya sedikit lebih tua dariku.
Perkiraanku Mbak Tun saat ini berusia sekitar 35 tahun. Namun di usianya
yang relatif masih muda itu Mbak Tun sudah menjanda. Ia hidup bersama
ibunya, satu-satunya orang tuanya yang masih tersisa.

Mbak Tun sudah 6 tahun bercerai dengan suaminya yang telah kawin lagi
dengan wanita lain karena perkawinannya dengan Mbak Tun tidak dikaruniai
anak. Cerita tentang Mbak Tun ini kuperoleh dari Mbak Tun sendiri saat
memijat tubuhku. Sambil memijat Mbak Tun bertutur tentang kehidupannya
padaku.

Walau tinggal di Surabaya, Mbak Tun tetap seperti layaknya orang udik,
pengalamannya masih sedikit sekali soal dunia modern, namun untuk urusan
sex sepertinya Mbak Tun punya cerita tersendiri. Semuanya akan kukisahkan
pada ceritaku kali ini.

Sesampai di rumahku, Mbak Tun kuajak langsung masuk ke kamarku yang sejuk
ber-AC. Suhu udara di luar sana bukan main panasnya, beberapa bulan
terakhir ini kota Surabaya memang sedang dilanda cuaca panas yang luar
biasa, konon panasnya mencapai 37 derajat celcius.

Kubuka kancing hemku dan kutanggalkan hingga bagian atas tubuhku yang
mulus terpampang dengan jelas sekali. Payudaraku tampak segar dan ranum
dengan ujung puting susuku yang bersih berwarna merah muda sedikit
kecoklatan. Rok miniku juga kutanggalkan.

Kini tubuhku sudah hampir telanjang bulat, hanya tersisa CD yang
kukenakan. Mata Mbak Tun tampak terkagum-kagum pada bentuk tubuhku yang
ramping dan sexy, terlebih saat melihat bentuk CD-ku yang mini itu. Aku
saat itu memakai G String berenda yang ukuran rendanya tak lebih dari
seukuran satu jari melingkari pinggangku, selebihnya sepotong rendah yang
tersambung di belakang pinggangku, turun ke bawah melewati belahan
pantatku, melingkari selangkanganku hingga ke depan. Tepat di bagian
vaginaku, terdapat secarik kain berbentuk hati kecil yang keberadaannya
hanya mampu menutupi bagian depan liang vaginaku.

Lalu aku tengkurap di tempat tidur dengan hanya memakan CD. Mbak Tun mulai
memijat telapak kaki, mata kaki, betis, naik lagi ke pahaku. Awalnya aku
biasa-biasa saja, pijatan tangannya juga terasa pas menurutku, tidak
terlalu lemah dan juga tidak terlalu keras yang dapat menyebabkan terasa
lebih sakit setelah dipijat. Menurutku, cara memijat Mbak Tun cukup baik.
Setelah memijat kaki kanan, kini Mbak Tun berpindah memijat kaki kiriku,
urutannya seperti tadi. Kini giliran pahaku bagian atas yang dipijat juga
kedua belahan pantatku.

"Mbak! CD-nya kok modelnya lucu ya?" tanya Mbak Tun lugu mengomentari
bentuk CD-ku.
"Emangnya kenapa Mbak Tun?" tanyaku padanya.
"Oh enggak Mbak! Kalau dipakai kok seperti tidak pakai CD aja ya? Bokong
(pantat) Mbak tetap kelihatan, dan bagian depannya, jembut (bulu kemaluan)
Mbak juga kelihatan, Hii.. Hii.. Hii..! Kalau aku sih tidak berani pakai
CD yang model begitu", oceh Mbak Tun masih mengomentari bentuk CD yang
kupakai saat itu.

Sambil mengngoceh dan bercerita, tangan Mbak Tun tetap memijat pahaku.
Yang kini dapat giliran adalah pahaku bagian atas, tepatnya di daerah
pangkal paha dan belahan pantatku. Aku sengaja tidak menjawab ocehannya
karena aku ingin menikmati pijatannya. Sambil sedikit tiduran, mataku
kupejamkan saat dipijat Mbak Tun.

Letak kedua kakiku dibentangkan terpisah agak lebar sehingga posisi pahaku
terbuka. Mbak Tun memijat bagian dalam pahaku yang bagian atas dekat
selangkanganku hingga aku merasakan sedikit geli, tapi enak sekali. Selain
pegalku di bagian kaki dan paha mulai sedikit berkurang, aku juga mulai
merasakan horny, apa lagi saat jari-jari Mbak Tun memijat bagian pangkal
pahaku. Jarinya sempat menyentuh gundukan vaginaku hingga rasanya ujung
CD-ku mulai lembab. Untungnya Mbak Tun sudah mulai pindah posisi memijat
punggungku, naik ke leher dan berakhir di kepalaku.

Selesai memijat bagian belakang tubuhku, Mbak Tun mengambil body lotion
dan dioleskannya ke kaki dan pahaku. Rasanya sedikit dingin saat mengenai
kulitku. Kalau tadi memijat, kini Mbak Tun ganti mengurut tubuhku mulai
dari telapak kaki, betis hingga pahaku. Kembali saat mulai mengurut pahaku
bagian atas aku merasa geli, terlebih saat paha bagian dalamku yang diurut
olehnya.

"Mbak! CD-nya dilepas aja ya, toh percuma pakai CD cuma sepotong begitu,
lagian kita kan sama-sama wanita dan tidak ada orang lain di kamar ini,
soalnya nanti kena hand body nyucinya susah", pinta Mbak Tun padaku.

Tanpa menjawab, kumiringkan sedikit tubuhku sambil sedikit membungkuk.
Kubuka CD-ku dan kulepas dengan bantuan ujung kakiku. Kini aku telah
telanjang bulat tanpa sehelai benang pun menutupi tubuhku. Posisiku
kembali tengkurap menunggu tangan Mbak Tun kembali mengurut tubuhku.

Mbak Tun kembali ke tugasnya mengurut bagian bawah tubuhku yang sudah
dilumuri body lotion tadi. Jarinya kembali bersarang di pangkal pahaku
bagian dalam, sambil sekali-sekali mengurut kedua gundukan pantatku. Aku
tidak hanya merasakan pegalku mulai berkurang, namun aku juga merasakan
seperti ada suatu rangsangan tersendiri menyerang tubuhku bagian bawah.

Mulutku menggigit bantal yang kupakai untuk menopang daguku saat tengkurap
karena menahan rasa geli di selangkanganku, manakala jari tangan Mbak Tun
menyentuh bibir vaginaku. Terkada sentuhannya masuk lebih dalam lagi
hingga menyentuh celah belahan bibir vaginaku.

Terus terang liang vaginaku mulai bawah hingga cairan bening tak
terbendung mulai membasahi liang dan dinding dalam vaginaku. Saat mengurut
gundukan pantatku, seakan dengan sengaja jari Mbak Tun disentuhkannya ke
vaginaku kembali hingga ujung jarinya sempat menyenggol ujung klitorisku.

Aku jadi tersiksa sekali karena menahan hasrat birahi yang timbul akibat
sentuhan tangan dan jari Mbak Tun saat memijat dan mengurut bagian bawah
tubuhku. Untungnya urutan Mbak Tun segera pindah ke punggungku, terus naik
ke leher dan kembali berakhir di kepalaku.

Kalau di bagian atas tubuhku, aku masih tidak merasakan suatu rangsangan
seperti tadi. Namun rupanya setelah selesai memijat kepalaku, Mbak Tun
kembali memijat dan mengurut kedua bongkahan pantatku, yang tentunya
pangkal pahaku kembali menjadi sasarannya pula.

Aku tak kuasa menolak, karena selain kupikir Mbak Tun toh juga seorang
wanita, dan juga normal karena pernah bersuami walau sudah lama bercerai.
Aku toh akhirnya juga menikmati semua sentuhan tidak disengaja maupun
mungkin disengaja saat jari-jari tangannya mengusap bagian luar vaginaku.
Sampai akhirnya aku benar-benar tidak tahan lagi.

"Sudah! Cukup! Terima kasih ya Mbak", ujarku akhirnya.
"Kok sudah toh Mbak?", Tanya Mbak Tun padaku.
"Bagian depannya belum diurut lho! Ayo telentang Mbak, kuurut sebentar
perutnya supaya ususnya tidak turun", tambah Mbak Tun dengan sedikit
memerintah.

Herannya aku menurut juga. Dan lalu aku pun telentang di hadapan Mbak Tun.
Mbak Tun mulai kembali mengolesi body lotion ke bagian dada dan perutku.
Mbak Tun langsung mengelus bagian atas dadaku dekat leher sedang jarinya
mengurut ke bawah ke arah payudaraku. Kemudian area sekitar payudaraku
juga diurut lembut mirip elusan. Aku yang sudah horny sejak tadi jadi
lebih blingsatan lagi hingga akhirnya aku tidak tahan untuk tidah
mengaduh.

"Aduuh! Geli Mbak!" protesku, tapi Mbak Tun diam saja sambil terus
mengurut pinggiran payudaraku.

Kemudian perutku diurut dari setiap penjuru mengarah ke pusar. Kini
giliran pahaku diurut oleh Mbak Tun. Cara mengurutnya naik ke atas menuju
pangkal paha, letak kakiku dipisahkan agak lebar sehingga posisiku lebih
terkangkang lagi. Mbak Tun terus mengurut pahaku. Saat mengurut bagian
dalam pahaku, aku menggeliat tak karuan.

Kemudian Mbak Tun mengurut mulai tepat di atas vagina menuju pusarku.
Katanya ini adalah untuk menaikkan usus dalam perutku agar supaya tidak
turun ke bawah. Aku diam saja tidak mampu mengeluarkan sepatah kata pun,
terus terang pijatannya memang enak hingga pegal yang ada di tubuhku sedah
tidak terasa lagi. Namun selain itu aku juga mendapatkan rangsangan
seksual dari cara Mbak Tun mengurutku.

"Sudah, sekarang yang terakhir" kata Mbak Tun sambil membuka lebar pahaku.


Mbak Tun berpindah posisi duduknya. Kini dia berjongkok tepat di hadapan
selangkanganku yang terkangkang lebar. Kedua tangannya secara bersamaan
mengurut kedua pahaku, dari arah lutut menuju selangkangan hingga aku jadi
menggeliat tidak karuan menahan geli.

Kemudian kedua ibu jarinya mengurut-urut celah lipatan selangkangan dekat
vaginaku dengan cara mengurutnya dari bawah ke atas terus berulang-ulang.
Bibir vaginaku menjadi saling gesek karenanya hingga rangsangan dahsyat
melanda bagian bawah tubuhku dan akhirnya aku tak kuasa lagi mengendalikan
nafsu birahiku sendiri hingga tanpa perlu merasa malu lagi pada Mbak Tun,
jariku kuarahkan ke klitorisku dan terus kugosok-gosokkan sambil
mengangkat dan menggoyang-goyang pantatku.

Aku akhirnya orgasme di hadapan Mbak Tun. Persetan kalau mau dia tertawa,
bathinku. Namun ternyata Mbak Tun tetap cuek saja sampai aku selesai
melepaskan orgasme. Lalu kubayar ongkos Mbak Tun memijatku dan kuminta dia
untuk pulang sendiri.


E N D

Sebut saja namaku Lila, umurku 16 tahun, kelas 2 SMA. Sebagai anak SMA, tinggiku relatif sedang, 165 cm, dengan berat 48 kg, dan cup bra 36B. Untuk yang terakhir itu, aku memang cukup pede. Walau sebenarnya wajahku cukup manis (bukannya sombong, itu kata teman-temanku...) aku sudah lumayan lama menjomblo, 1 tahun. Itu karena aku amat selektif memilih pacar... enggak mau salah pilih kayak yang terakhir kali.

Di sekolah aku punya teman akrab namanya Stella. Dia juga lumayan cantik, walau lebih pendek dariku, tapi dia sering banget gonta-ganti pacar. Stella memang sangat menarik, apalagi ia sering menggunakan seragam atau pakaian yang minim... peduli amat kata guru, pesona jalan terus!

Saat darmawisata sekolah ke Cibubur, aku dan dia sekamar, dan empat orang lain. Satu kamar memang dihuni enam orang, tapi sebenarnya kamarnya kecil bangeeet... aku dan Stella sampai berantem sama guru yang mengurusi pembagian kamar, dan alhasil, kami pun bisa memperoleh villa lain yang agak lebih jauh dari villa induk. Disana, kami berenam tinggal dengan satu kelompok cewek lainnya, dan di belakang villa kami, hanya terpisah pagar tanaman, adalah villa cowok.

“Lil, lo udah beres-beres, belum?” tanya Stella saat dilihatnya aku masih asyik tidur-tiduran sambil menikmati dinginnya udara Cibubur, lain dengan Jakarta.

“Belum, ini baru mau.” Jawabku sekenanya, karena masih malas bergerak.

“Nanti aja, deh. Kita jalan-jalan, yuk,” ajak Stella santai.

“Boljug...” gumamku sambil bangun dan menemaninya jalan-jalan. Kami berkeliling melihat-lihat pasar lokal, villa induk, dan tempat-tempat lain yang menarik. Di jalan, kami bertemu dengan Rio, Adi, dan Yudi yang kayaknya lagi sibuk bawa banyak barang.

“Mau kemana, Yud?” sapa Stella.

“Eh, Stel. Gue ama yang lain mau pindahan nih ke villa cowok yang satunya, villa induk udah penuh sih.” Rio yang menjawab. “Lo berdua mau bantu, nggak? Gila, gue udah nggak kuat bawa se-muanya, nih.” Pintanya memelas.

“Oke, tapi yang enteng ajaaa...” jawabku sambil mengambil alih beberapa barang ringan. Stella ikut meringankan beban Adi dan Yudi.

Sampai di villa cowok, aku bengong. Yang bener aja, masa iya aku dan Stella harus masuk ke sana? Akhirnya aku dan Stella hanya mengantar sampai pintu. Yudi dan Adi bergegas masuk, sementara Rio malah santai-santai di ruang tamu. “Masuk aja kali, Stel, Lil.” Ajaknya cuek.

“Ngng... nggak usah, Yud.” Tolakku. Stella diam aja.

“Stella! Sini dong!” terdengar teriakan dari dalam. Aku mengenalinya sebagai suara Feri.

“Gue boleh masuk, ya?” tanya Stella sambil melangkah masuk sedikit.

“Boleh doooong!!” terdengar koor kompak anak cowok dari dalam. Stella langsung masuk, aku tak punya pilihan lain selain mengikutinya.

Di dalam, anak-anak cowok, sekitar delapan orang, kalo Rio yang diluar nggak dihitung, lagi asyik nongkrong sambil main gitar. Begitu melihat kami, mereka langsung berteriak girang, “Eh, ada cewek!! Serbuuuuu!!” Serentak, delapan orang itu maju seolah mau mengejar kami, aku dan Stella langsung mundur sambil tertawa-tawa. Aku langsung mengenali delapan orang itu, Yudi, Adi, Feri, Kiki, Dana, Ben, Agam, dan Roni. Semua dari kelas yang berbeda-beda.

Tak lama, aku dan Stella sudah berada di antara mereka, bercanda dan ngobrol-ngobrol. Stella malah dengan santai tiduran telungkup di kasur mereka, aku risih banget melihatnya, tapi diam aja. Entah siapa yang mulai, banyak yang menyindir Stella.

“Stell... nggak takut digrepe-grepe lu di atas sana?” tanya Adi bercanda.

“Siapa berani, ha?” tantang Stella bercanda juga. Tapi Kiki malah menanggapi serius, tangannya naik menyentuh bahu Stella. Cewek itu langsung mem*kik menghindar, sementara cowok-cowok lain malah ribut menyoraki. Aku makin gugup.

“Stell, bener ya kata gosip lo udah nggak virgin?” kejar Roni.

“Kata siapa, ah...” balas Stella pura-pura marah. Tapi gayanya yang kenes malah dianggap seb-agai anggukan iya oleh para cowok. “Boleh dong, gue juga nyicip, Stell?” tanya Dio.

Stella diam aja, aku juga tambah risih. Apalagi pundak Feri mulai ditempelkan ke pundakku, dan entah sengaja atau tidak, tangan Agam menyilang di balik punggungku, seolah hendak merangkul. Bingung karena diimpit mereka, aku memutuskan untuk tidak bergerak.

“Gue masih virgin, Lila juga... kata siapa itu tadi?” omel Stella sambil bergerak untuk turun dari kasur. Tapi ditahan Roni. “Gitu aja marah, udah, kita ngobrol lagi, jangan tersinggung.” Bujuknya sambil mengelus-elus rambut Stella. Aku tahu Stella dulu pernah suka sama Roni, jadi dia membi-arkan Roni mengelus rambut dan pundaknya, bahkan tidak marah saat dirangkul pinggangnya.

“Lil, lo mau dirangkul juga sama gue?” bisik Agam di telingaku. Rupanya ia menyadari kalau aku memperhatikan tangan Roni yang mengalungi pinggang Stella. Tanpa menunggu jawaban, Agam memeluk pinggangku, aku kaget, namun sebelum protes, tangan Feri sudah menempel di pahaku yang terbungkus celana selutut, sementara pelukan Agam membuatku mau tak mau berbaring di dadanya yang bidang. Teriakan protes dan penolakanku tenggelam di tengah-tengah sorakan yang lain. Rio bahkan sampai masuk ke kamar karena mendengar ribut-ribut tadi.

“Gue juga mau, dong!” Yudi dan Kiki menghampiri Stella yang juga lagi dipeluk Roni, sementara Adi, Ben, dan Rio menghampiriku. Berbeda denganku yang menjerit ketakutan, Stella malah kelihatan keenakan dipeluk-peluki dari berbagai arah oleh cowok-cowok yang mulai kegirangan itu.

“Jangan!” teriakku saat Rio mencium pipi, dan mulai merambah bibirku. Sementara Ben menjilati leherku dan tangannya mampir di dada kiriku, meremas-remasnya dengan gemas sampai aku ke-gelian. Kurasakan genggaman kuat Feri di dada kananku, sementara Adi menjilati pusarku. Terny-ata mereka telah mengangkat kaosku sampai sebatas dada. Aku menjerit-jerit memohon supaya mereka berhenti, tapi sia-sia. Kulirik Stella yang sedang mendapat perlakuan sama dari Roni, Yudi, dan Kiki, bahkan Dana telah melucuti celana jins Stella dan melemparnya ke bawah kasur.

Lama-kelamaan, rasa geli yang nikmat membungkus tubuhku. Percuma aku menjerit-jerit, akhir-nya aku pasrah. Melihatnya, Agam langsung melucuti kaosku, dan mencupang punggungku. Feri dan Rio bahkan sudah membuka seluruh pakaian mereka kecuali celana dalam. Aku kagum juga melihat dada Feri yang bidang dan harumnya khas cowok. Aku hanya bisa terdiam dan meringis nikmat saat dada bidang itu mendekapku dan menciumi bibirku dengan ganas. Aku membalas ciu-man Feri sambil menikmati bibir Adi yang tengah mengulum payudaraku yang ternyata sudah terl-epas dari pelindungnya. Vaginaku terasa basah, dan gatal. Seolah mengetahuinya, Rio membuka celanaku sekaligus CDku sehingga aku langsung bugil. Agak risih juga dipandangi dengan begitu liar dan berhasrat oleh cowok-cowok itu, tapi aku sudah mulai keenakan.

“Ssshh.... aaakhh...” aku mendesis saat Adi dan Ben melumat payudaraku dengan liar. “Mmmh, toket lo montok banget, Liiiil...” gumam Ben. Aku tersenyum bangga, namun tidak lama, karena aku langsung menjerit kecil saat kurasakan sapuan lidah di bibir vaginaku. “Cihuy... Lila emang masih perawan...” Agam yang entah sejak kapan sudah berada di daerah rahasiaku menyeringai. “Akkkhh... jangan Gam...” desahku saat kurasakan kenikmatan yang tiada tara.

“Gue udah kebelet, niih... gue perawanin ya, Lil...” Tak terasa, sesuatu yang bundar dan keras menyusup ke dalam vaginaku, ternyata penis Agam sudah siap untuk bersarang disana. Aku men-desah-desah diiringi jeritan kesakitan saat ia menyodokku dan darah segar mengalir. “Sakiiit...” erangku. Agam menyodok lagi, kali ini penisnya sudah sepenuhnya masuk, aku mulai terbiasa, dan ia pun langsung menggenjot dan menyodok-nyodok. Aku mengerang nikmat.

“Ssshh... terusss... yaaa, akh! Akh! Nikmat, Gam! Teruuss... sayang, puasin gue... Akkkhh...”

Sementara pantat Agam masih bergoyang, cowok-cowok lain yang sudah telanjang bulat juga mulai berebutan menyodorkan penis mereka yang sudah tegang ke bibirku.

“Gue dulu ya, Lil... nih, lu karaoke,” ujar Rio sambil menyodokkan penisnya ke dalam mulutku. Aku agak canggung dan kaget menerimanya, tapi kemudian aku mulai mengulumnya dan mempe-rmainkan lidahku menjelajahi barang Rio. Ia mendesah-desah keenakan sambil merem-melek. Sementara Ben masih menikmati buah dadaku, Adi nampaknya sudah mulai beranjak ke arah Stella yang dikerubuti dan digenjot juga sama sepertiku. Bedanya, kulihat Stella sudah nungging, ala doggy style, penis Dana tengah menggenjot vaginanya dan toketnya yang menggantung sedang dilahap oleh Kiki, sementara mulutnya mengoral penis Yudi. Stella nampak amat menikm-atinya, dan cowok-cowok yang mengerumuninya pun demikian. Beberapa saat kemudian, kulihat Dana orgasme, dan kemudian Rio yang keenakan barangnya kuoral juga orgasme dalam mulutku, aku kewalahan dan hampir saja memuntahkan cairannya.

Mendadak, kurasakan vaginaku banjir, ternyata Agam sudah orgasme dan menembakkan sper-manya di dalam vaginaku, cowok itu terbaring lemas di sampingku, untuk beberapa menit, kukira ia tidur, tapi kemudian ia bangun dan menciumi pusarku dengan penuh nafsu. Kini, vaginaku suda-h diisi lagi dengan penis Beni. Penisnya lebih besar dan menggairahkan, sehingga membuat mata-ku terbelalak terpesona. Beni menyodokkan penisnya dengan pelan-pelan sebelum mulai mengg-enjotku, rasanya nikmat sekali seperti melayang. Kedua kakiku menjepit pinggangnya dan bongka-han pantatku turut bergoyang penuh gairah. Kubiarkan tubuhku jadi milik mereka.

“Akkkhh.... ssshh... terus, teruuusss sayaaang... akh, nikmat, aaahhh...” erangku keenakan. Tok-etku yang bergoyang-goyang langsung ditangkap oleh mulut dan tangan Rio. Ia memainkan puting susuku dan mencubit-cubitnya dengan gemas, aku semakin berkelojotan keenakan, dan meracau tidak jelas, “Akkkhh... teruuuss... entot gue, entooott gue teruuss! Gue milik luu... aakhh...!!”

“Iya sayyyaangg... gue entot lu sampe puasss...” sahut Ben sambil mencengkeram pantatku dan mempercepat goyangan penisnya. Rio juga semakin lahap menikmati gunung kembarku, menjilat, menggigit, mencium, seolah ingin menelannya bulat-bulat, dan sebelum aku sempat meracau lagi, Agam telah mendaratkan bibirnya di bibirku, kami saling berpagutan penuh gairah, melilitkan lidah dengan sangat liar, dan klimaksnya saat gelombang kenikmatan melandaku sampai ke puncaknya.

“Aaakkhh.... gue mau...!” Belum selesai ucapanku, aku langsung orgasme. Ben menyusul beber-apa saat kemudian, dan vaginaku benar-benar banjir. Tubuh Ben langsung jatuh dengan posisi penisnya masih dalam jepitan vaginaku, ia memeluk pinggangku dan menciumi pusarku dengan lemas. Sementara aku masih saja digerayangi oleh Agam yang tak peduli dengan keadaanku dan meminta untuk dioral, dan Rio yang menggosok-gosokkan penisnya di toketku dengan nikmat.

Beberapa saat kemudian, Agam pun orgasme lagi. Agam jatuh dengan posisi wajah tepat di sampingku, sementara Rio tanpa belas kasihan memasukkan penisnya ke vaginaku, dan mengge-njotku lagi sementara aku berciuman penuh gairah dengan Agam. Selang beberapa saat Rio org-asme dan jatuh menindihku dengan penis masih menancap, ia memelukku mesra sebelum kemud-ian tertidur. Aku sempat mendengar erangan nikmat dari arah Stella, sebelum akhirnya benar-benar tertidur kecapekan, membiarkan Beni dan Agam yang masih menciumi sekujur tubuhku.

Selama tiga hari kami disana, kami selalu melakukannya setiap ada kesempatan. Sudah tak ter-hitung lagi berapa kali penis mereka mencumbu vaginaku, namun aku menikmati itu semua. Bahk-an, bila tak ada yang melihat, aku dan Stella masih sering bermesraan dengan salah satu dari mereka, seperti saat aku berpapasan dengan Agam di tempat sepi, aku duduk di pangkuannya sementara tangannya menggerayangi dadaku, dan bibirnya berciuman dengan bibirku, dan penis-nya menusuk-nusukku dari bawah. Sungguh pengalaman yang mendebarkan dan penuh nikmat—tubuhku ini telah digauli dan dimiliki beramai-ramai, namun aku malah ketagihan

Tetanggaku

Saya adalah seorang mahasiswa yang sedang pulang untuk liburan. Di suatu hari yang cerah, saya sedang berbaring untuk mencoba tidur siang. Ternyata ibu memanggilku dari luar. Segera saya beranjak dari tempat tidur untuk menemuinya, dan ternyata ibu memintaku untuk mengantarkan sebuah bungkusan untuk diserahkan ke teman arisannya. Tanpa banyak tanya saya segera bergerak ke alamat yang dituju yang tidak berbeda jauh dari rumahku. Sesampainya di sana aku melihat sebuah rumah yang besar dengan arsitektur yang menawan. Aku segera memijit bel di pintu pagar rumah tersebut. Tidak beberapa lama keluarlah seorang gadis manis yang memakai kaos bergambar tweety kedodoran sehingga tidak terlihat bahwa gadis itu memakai celana, walaupun akhirnya saya melihat dia memakai celana pendek. Singkat kata saya segera bertanya tentang keberadaan teman ibu saya.

“Hmm.., sorry nih, Ibu Raninya ada?, saya membawa kiriman untuk beliau”, tanyaku.

“Wah lagi pergi tuh, Kak.., Kakak siapa ya?”, tanyanya lagi.

“Oh saya anaknya Ibu Erlin”, jawabku.

Tiba-tiba cuaca mendung dan mulai gerimis. Sehingga gadis manis itu mempersilakan saya masuk dahulu.

“Kakak nganterin apaan sih?”, tanyanya.

“Wah.., nggak tahu tuh kayaknya sih berkas-berkas”, jawabku sambil mengikutinya ke dalam rumahnya.

“Memang sih tadi Mama titip pesen kalo nanti ada orang yang nganterin barang buat Mama.., tapi aku nggak nyangka kalo yang nganter cowo cakep!”, katanya sambil tersenyum simpul.

Mendengar pernyataan itu saya menjadi salah tingkah.

Saat saya memasuki ruang tengah rumah itu, saya menjumpai seorang gadis manis lagi yang sedang asyik nonton TV, tapi melihat kami masuk ia seperti gugup dan mematikan TV yang ditontonnya.

“Ehmm.., Trid siapa sih?”, tanya gadis itu.

“Oh iya aku Astrid dan itu temanku Dini, kakak ini yang nganterin pesanan mamaku..”,

jawab gadis pemilik rumah yang ternyata bernama Astrid. “Eh iya nama gue Ian”, jawabku.

Tidak lama kemudian aku dipersilakan duduk oleh Astrid. Aku segera mencari posisi terdekat untuk duduk, tiba-tiba saat aku mengangkat bantal yang ada di atas kursi yang akan aku duduki aku menemukan sebuah VCD porno yang segera kuletakkan di sebelahku sambil aku berkata,

“Eh.., kalo ini punya kamu nyimpannya yang bener nanti ketahuan lho”.

Dengan gugup Astrid segera menyembunyikan VCD tersebut di kolong kursinya, lalu segera menyalakan TV yang ternyata sedang menayangkan adegan 2 orang pasangan yang sedang bersetubuh. Karena panik Astrid tidak dapat mengganti gambar yang ada.Untuk menenangkannya tanpa berpikir aku tiba-tiba nyeletuk.

“Emang kalian lagi nonton begini nggak ada yang tahu?”.

Dengan muka memerah karena malu mereka menjawab secara bersamaan tapi tidak kompak sehingga terlihat betapa paniknya mereka.

“Ehh.., kita lagi buat tugas biologi tentang reproduksi manusia”, jawab Astrid sekenanya.

Dapat kulihat mimik mukanya yang ketakutan karena ia duduk tepat di sampingku.

“Tugas biologi?, emangnya kalian ini kelas berapa sih?”, tanyaku lagi.

“Kita udah kelas 3 SMP kok!”, jawab Dini. Aku hanya mengangguk tanda setuju saja dengan alasan mereka.

“Kenapa kalian nggak nyari model asli atau dari buku kedokteran?”, tanyaku.

“Emang nyari dimana Kak?”, tanya mereka bersamaan.

“Hi.., hi.., hi.., siapa aja.., kalo gue jadi modelnya mo dibayar berapa?”, tanyaku becanda.

“Emang kakak mau jadi model kita?”, tanyanya.

Mendengar pertanyaan itu giliran aku yang menjadi gugup.

“Siapa takut!”, jawabku nekat.

Ternyata, entah karena mereka sudah ‘horny’ gara-gara film BF yang mereka tonton itu, Astrid segera mendekatiku dengan malu-malu.

“Sorry Kak boleh ya ‘itunya’ kakak Astrid pinjem”, bisiknya.

Dengan jantung yang berdegup kencang aku membiarkan Astrid mulai membuka retsleting celanaku dan terlihat penisku yang masih tergeletak lemas.

“Hmm.., emangnya orang rumah kamu pada pulang jam berapa?”, tanyaku mengurangi degup jantungku. Tanpa dijawab Astrid hanya memegangi penisku yang mulai menegang.

“Kak, kalo cowok berdiri itu kayak gini ya?”, tanyanya.

“Wah segini sih belum apa-apa”, jawabku.

“Coba kamu raba dan elus-elus terus”, jawabku.

“Kalo di film kok kayaknya diremas-remas terus juga dimasukin mulut namanya apa sih?”, tanyanya lagi. Ketegangan penisku hampir mencapai maksimal.

“Nah ukuran segini biasanya cowok mulai dapat memulai untuk bersetubuh, gimana kalo sekarang aku kasih tahu tentang alat kelamin wanita, Emm.., vagina namanya”, mintaku.

Tanpa banyak tanya ternyata Astrid segera melepaskan celananya sehingga terlihat vaginanya yang masih ditutupi bulu-bulu halus, Astrid duduk di sampingku sehingga dengan mudah aku mengelus-elus bibir vaginanya dan mulai memainkan clitorisnya.

“Ahh.., geli.., Kak.., ahh.., mm..”, rintihnya dengan mata yang terpejam.

“Ini yang namanya clitoris pada cewek (tanpa melepaskan jariku dari clitorisnya) nikmatkan kalo aku beginiin”, tanyaku lagi. Dan dijawab dengan anggukan kecil. Tiba-tiba Dini yang sudah telanjang bulat memasukkan penisku ke mulutnya.

“Kok kamu sudah tahu caranya”, tanyaku ke Dini.

“Kan nyontoh yang di film”, jawabnya.

Tiba-tiba terjadi gigitan kecil di penisku, tapi kubiarkan saja dan mengarahkan tangan kiriku ke vaginanya sambil kuciumi dan kujilati vagina Astrid. Vagina Astrid mulai dibasahi oleh lendir-lendir pelumas yang meleleh keluar. Tiba-tiba Astrid membisiku,

“Kak ajarin bersetubuh dong..?”.

“Wah boleh”, jawabku sambil mencabut penisku dari mulut Dini.

“Tapi bakal sedikit sakit pertamanya, Trid. Kamu tahan yah..”, bisikku.

Aku mengangkangkan pahanya dan memainkan jariku di lubang vaginanya agar membiasakan vagina yang masih perawan itu. Dan aku pelan-pelan mulai menusukkan penisku ke dalam liang vagina Astrid, walau susahnya setengah mati karena pasti masih perawan. Ketika akan masuk aku segera mengecup bibirnya,

“Tahan ya sayang..”.

“Aduh.., sakit..”, teriaknya.

Kubiarkan penisku di dalam vaginanya, beberapa menit baru kumulai gerakan pantatku sehingga penisku bergerak masuk dan keluar, mulai terlihat betapa menikmatinya Astrid akan pengalaman pertamanya.

“Masih sakit nggak, Trid”, tanyaku.

“mm.., nggak.., ahh.., ahh.., uhh.., geli Kak”.

Hampir 30 menit kami bersetubuh dan Astrid mulai mencapai klimaksnya karena terasa vaginanya basah oleh lendir.

“Kak Astrid pingin pipis!”, tanyanya.

“Jangan ditahan keluarin aja”, jawabku.

“Ah.., ahh.., emm.., e..mm”, terasa otot vaginanya menegang dan meremas penisku.

“Nah Trid kamu kayaknya udah ngerasain ejakulasi tuh”.

Aku merebahkan tubuh Astid di sampingku dan segera menarik Dini yang sedang onani sambil melihat film porno di TV.

“Sini kamu mau nggak?”, tanyaku.

Tanpa banyak tanya Dini segera bergerak mendekatiku, kuhampiri dia dan segera mengangkat kaki kirinya dan kumasukkan penisku ke vaginanya dan tampaknya ia menahan sakit saat menerima hunjaman penisku di lubang vaginanya sambil memejamkan matanya rapat-rapat, tapi sekian lama aku mengocokkan penisku di vaginanya mulai ia merintih keenakan. Aku terus melakukannya sambil berdiri bersender ke tembok.

“aahh.., Kak.., Dini.., Dini”, jeritnya dan tiba-tiba melemas,

Ia sudah kelur juga pikirku, Aku bopong gadis itu ke kursi dan rupanya Astrid sudah di belakangku dan menyuruhku duduk dan memasukkan penisku ke vaginanya dengan dibimbing tangannya. Aku telah berganti tempat dan gaya, yang semua Astrid yang memerintahkan sesuai adegan di film sampai akhirnya Astrid memberitahuku bahwa ia akan keluar.

“Trid tahan yah.., aku juga udah mau selesai nih.., ahh.., aahh.., croot.., creett.., creet”,

aku muntahkan beberapa cairan maniku di dalam vaginanya dan sisanya aku semprotkan di perutnya.

“Enak.., yah Kak.., hanget deh memekku.., hmm.., ini sperma kamu?”, bisiknya dan kujawab dengan ciuman di bibirnya sambil kubelai seluruh tubuh halusnya. Setelah itu kami mandi membersihkan diri bersama-sama sambil kuraba permukaan payudara Astrid yang kira-kira berukuran cukup besar untuk gadis seusianya, karena terangsang mereka menyerangku dan memulai permainan baru yang di sponsori gadis-gadis manis ini, yang rupanya mereka telah cepat belajar.

TAMAT

Posted On http://cerita.dongeng.info/kisah/tetanggaku/

SEMUA LINK DOWNLOAD GAMBAR DAN FILM HANYA BISA DIAKSES OLEH MEMBER,

BURUAN JOIN DISINI KARENA CERITAPUN NANTINYA HANYA BISA DIAKSES MEMBER

(LINK DOWNLOAD UNTUK FOTO DALAM BENTUK ZIP, JADI KALIAN GA PERLU DOWNLOAD

GAMBAR SATU PERSATU)


"DONGENG SEBELUM TIDUR"

Seorang temanku, namanya Rudy Manoppo, dia menghubungiku di handphone. Dia lagi berada di hotel Menteng di Jalan Gondangdia lama bersama dua orang ceweknya. Memang dia pernah janji padaku mau mengenalkan pacarnya yang namanya Judith itu padaku, dan sekarang dia memintaku datang untuk bertemu dengan mereka malam ini di sana.

Dalam perjalanan ke sana aku teringat dengan seorang cewek yang namanya Judith juga. Lengkapnya Judith Monica. Sudah setahun ini kami tidak pernah bertemu lagi, tapi masih sering menghubungi via telepon, terakhir kali aku menghubungi dia waktu ulang tahunnya tanggal 29 September, dan kukirimi dia kado ulangtahun. Dia adalah orang yang pernah begitu kusayangi. Dalam hatiku berharap semoga dia menjadi isteriku. Wajahnya mirip artis Dina Lorenza, tinggi 170 cm, kulitnya sawo matang. Pokoknya semua tentang dia ini oke punya lah. Ibunya orang Jawa, sedangkan bapaknya dari Sulawesi selatan. Dia sendiri sejak lahir sampai besar menetap di Jakarta bersama orangtuanya.

Dulunya kami bekerja di satu perusahaan, Judith ini accountingnya kami di kantor, sedangkan aku bekerja diatas kapal. Setiap pulang dari Jepang, sering kubawa oleh-oleh untuk dia. Tetapi salah satu point yang sulit mempersatukan kami adalah soal agama. Terakhir yang kutahu tentang Judith ini dia batal menikah dengan cowoknya yang namanya Adhi itu.

Handphone-ku berbunyi lagi, rupanya dari Rudy, mereka menyuruhku masuk ke dalam kamar 310, disitu Rudy bersama dua orang ceweknya. Aku disuruh langsung saja masuk ke kamar nanti begitu tiba di sana. Aku tiba di sana pukul sembilan tiga puluh malam dan terus naik ke atas ke kamar 310. Seorang cewek membuka pintu buatku dan cewek itu hanya bercelana dalam dan BH saja, dan aku langsung masuk. Rupanya Rudy sedang main dengan salah seorang ceweknya itu, keduanya sama-sama telanjang dan lagi seru-serunya berduel. Terdengar suaranya si cewek ini mendesah dan mengerang kenikmatan, sementara Rudy mencium wajahnya dan lehernya. Aku berpaling pada cewek yang satu lagi ini yang memandangku dengan senyuman manis.

"Oom Errol ya..?" tegurnya sambil duduk di atas tempat tidur yang berada di sebelahnya.
Aku hanya mengangguk dan membalas senyumnya. Bodynya boleh juga nih cewek, hanya sedikit kurus dan imut-imut.
"Namanya siapa sich..?" tanyaku.
"Namaku Lina, Oom buka aja bajunya."
Lalu aku pun berdiri dan membuka bajuku, dan kemudian menghampirinya di atas ranjang dan menyentuh punggungnya, sementara Lina ini terus saja menonton ke sebelah. Si cewek yang lagi 'dimakan' Rudy rupanya mencapai puncak orgasmenya sambil menggoyang pinggulnya liar sekali, menjerit dan mendesah, dan kemudian Rudy pun keluar. Asyik juga sekali-sekali menonton orang bersenggama seperti ini.

Sementara keduanya masih tergeletak lemas dan nafas tersengal-sengal, si Lina ini berpaling kepadaku dan aku pun mengerti maksudnya, dan kami pun mulai bercumbu, saling meraba dan berciuman penuh nafsu. Kini berbalik Ricky dan ceweknya itu yang menonton aku dan Lina main. Secara kebetulan aku balik berpaling kepada Ricky dan ceweknya itu, dan betapa kagetnya aku melihat siapa cewek yang bersama Ricky itu. Masih sempat kulihat buah dadanya dan puting susunya sebelum cepat-cepat dia menarik selimut menutupi badannya. Aku langsung jadi 'down' dan bangun berdiri, dan menegur Ricky sambil memandang si cewek itu yang masih terbaring. Dia pun nampaknya begitu kaget, untung saja Ricky tidak melihat perubahan pada air wajahnya.

"Hi Ricky.., sorry aku langsung main tancap nich." kataku, Ricky hanya tertawa saja padaku.
"Gimana Roll, oke punya?" tanya Ricky sambil melirik Lina yang masih terbaring di ranjang.
"Excellent..!" jawabku sambil berdiri di depannya tanpa sadar bahwa aku lagi telanjang bulat dan tegang.
"Roll, kenalkan ini cewekku yang kubilang si Judith itu," ucap Ricky sambil tangannya berbalik memegang kepalanya Judith.
Segera aku menghampirinya dan mengulurkan tanganku yang disambut oleh cewek itu.

Kami berjabat tangan, terasa dingin sekali tangannya, dan dia menengok ke tempat lain, sementara aku menatapnya tajam. Untunglah Ricky tidak sadar akan perubahan diantara aku dengan cewek ini. Lalu si Judith ini bangun sambil melingkari tubuhnya dengan handuk, kemudian berjalan ke kamar mandi diiringi oleh tatapan mataku, melihat betis kakinya yang panjang indah itu yang dulu selalu kukagumi.

Tidak sadar aku menarik nafas, terus Rudy mempersilakan aku dan Lina kembali melanjutkan permainan yang tertunda itu. Kami kemudian melakukan foreplay sebelum acara yang utama itu. Kulihat sekilas ke sebelah, Judith sudah balik dari kamar mandi dan memperhatikan aku dan Lina yang sedang bertempur dengan seru, Lina mengimbangiku tanpa terlalu berisik seperti Judith tadi. Lina mengangkangkan kedua kakinya lebar-lebar dan kusodok lubang vaginanya dengan penuh semangat. Maklumlah, dua bulan di laut tidak pernah menyentuh wanita sama sekali.

Sampai akhirnya kami berdua pun sama-sama keluar, aduuh.. nikmatnyaa... Kuciumi buah dada yang penuh keringat itu dan bibir-bibirnya yang tipis itu, kulitnya benar-benar bersih mulus dan akhirnya kami terbaring membisu sambil terus berpelukan mesrah dan tertidur. Waktu itu sudah jam dua belas tengah malam.

Ketika aku terbangun, rupanya Lina tidak tidur, dia malah asyik memandangiku. Kulihat ke sebelah, Rudy dan Judith masih terlelap, hanya selimutnya sudah tersingkap. Rudy tidur sambil memeluk Judith dan keduanya masih telanjang bulat. Paha Judith yang mulus sexy itu membuatku jadi terangsang kembali dan terus saja memandangnya dari jauh.

"Dia cantik ya..?" lalu Lina berbisik padaku, aku hanya mengangguk kepala.
"Cantik, sexy.. tapi milik banyak orang.." tambah Lina lagi.
"Dia temanmu kan..?"
"Kita satu fakultas dulu, dan sama-sama wisuda, setahu gua dia dulunya nggak suka main sama laki, tapi dia melayani tante-tante senang yang suka nyari mangsa di kampus."
"Maksud kamu Judith itu lesbian..?"
"Yah gitu lah, tapi dia juga pacaran waktu itu, terakhir dulu gua dengar dia lama main ama orang cina dari Hongkong."

"Bisa jadi dia pernah lesbong, soalnya liat tuh puting susunya udah besar dan panjang lagi, kayak ibu-ibu yang pernah menyusui." kataku.
"Pak Rudy ini cuman salah satu dari koleksinya, dia juga suka main ama orang bule dari Italy, terus dia juga ada main sama Pak XXX (orang penting)."
"Lina kok tau semuanya..?"
"Soalnya gua sering jalan bareng dia, kalo dia dapat order sering dia bagi-bagi ama gua, orangnya paling baik juga sosial ama temen." sambung Lina lagi.
Sementara Lina tidak tahu kalau aku dan Judith juga sudah lama kenal.

Tiba-tiba Judith menggerakkan badannya membuat bagian perutnya yang tadinya terselimut kini terbuka, gerakannya itu membangunkan Rudy yang melihat buah dadanya begitu menantang langsung mulutnya beraksi, dari buah dada Judith turun terus ke bawah membuka lebar pahanya Judith dan menjilati bibir vaginanya. Aku langsung bangun dan menghampiri ranjang keduanya dan memperhatikan dari dekat Rudy menjilati bibir kemaluan Judith dan menguakkannya. Nampak lubang kemaluan Judith yang memerah terbuka cukup besar. Sementara bulu kemaluannya kelihatan seperti dicukur bersih, licin seperti vagina seorang bayi.

Melihatku memperhatikannya dengan serius, Rudy lalu bertanya.
"Kamu suka Roll..? Kita tukaran aja sekarang, aku ama Lina."
Lalu Rudy bangun dan pindah ke ranjang sebelah, dan aku segera menggantikan tempat Rudy tadi, tapi betapa terkoyaknya hatiku saat itu. Benar-benar tidak pernah kukira akan mengalami pertemuan kembali yang begini dengan Judith. Aku berbaring sambil mendekap tubuhnya pelan-pelan, seolah takut jangan sampai dia terbangun. Mulutku melahap buah dadanya, menghisap puting susunya yang besar dan panjang itu, tanganku pelan turun ke bawah mengusap selangkangannya, terus memegang vaginanya sambil mencium pipinya, mengulum bibir-bibirnya. Judith mendesah dan menguap sambil menggerakkan badannya, tapi tidak bangun. Aku pun terus melanjutkan aksiku.

Ketika dia berbalik tertelungkup, segera kupegang pantatnya dan menguakkannya. Nampaklah lubang duburnya yang sudah terbuka itu, merah kehitam-hitaman, kira-kira berdiameter satu senti. Tapi betapa hatiku begitu penuh kasih padanya, pelan-pelan lidahku menjulur ke lubang pantatnya itu dan kujilati pelan-pelan. Tiba-tiba Judith menggerakkan pantatnya, rupanya terasa olehnya sesuatu yang nikmat di pantatnya. Aku terus saja menjilatinya, lalu dia merintih dan menarik napas panjang dan mendesah.

"Aduuhh.. enak Rudy, terus Sayang.. lidahnya terus mainkan.., duuh.. enaakk..!" desahnya pelansambil semakin kuat menggoyangkan pantatnya, sementara rudalku sudah tegang sekali.
"Rudy.., jellynya.. jellynya dulu.. baru masukin yaa..!"
Aku tidak tahu dimana jellynya, lalu kuludahi saja banyak-banyak sampai lubang duburnya itu penuh dengan ludahku dan kuarahkan rudalku ke arah sasarannya, dan mulai menyentak masuk pelan-pelan.
"Aaacchh..!" dia mendesah.

Sekali hentak langsung masuk tanpa halangan, kudorong terus rudalku, tangan kananku melingkari lehernya. Dia menarik napas panjang sambil mendesah tertahan, sementara rudalku sudah semuanya masuk tertanam dalam liang pelepasannya yang cengkeramannya sudah tidak terasa lagi. Tangan kiriku memainkan klitorisnya, sambil mencium pipinya kemudian melumat bibirnya. Berarti Judith ini sudah biasa disodomi orang, hanya lubangnya belum terbuka terlalu besar. Aku mulai menarik keluar kembali dan memasukkan lagi, dan mulai melakukan gerakan piston pelan-pelan pada awalnya, sebab takut nanti Judithnya kesakitan kalau aku langsung main hajar dengan kasar.

Aku tahu bila dalam keadaan normal seperti biasa, tidak akan pernah aku dapat menyentuh tubuhnya ini. Selagi aku mengulum lidahnya itu, Judith membuka matanya, terbangun dan kaget melihat siapa yang lagi menyetubuhinya. Judith mau bergerak bereaksi tapi kudekap dia kuat-kuat hingga Judith tidak mungkin dapat bergerak lagi, dan aku mulai menghentak dengan kekuatan penuh pada lubang duburnya yang memang sudah dol itu.

Batang rudalku masuk semua tertancap di dalam lubang duburnya dan masuk keluar dengan bebasnya menghajar lubang dubur Judith dengan tembakan-tembakan gencar beruntun sambil mendekapnya kuat-kuat dari belakang meremas payudaranya dengan gemasnya dan mengigit tengkuknya yang sudah basah oleh keringatnya itu. Secara reflex Judith mengoyang pinggulnya begitu merasakan batang kemaluanku masuk, dan mendesah mengerang dengan suara tertahan. Keringat deras bercucuran di pagi yang dingin itu. Seperti kuda yang sedang balapan seru, dia merintih lirih diantara desahan napasnya itu dan mengerang. Judith semakin menggoyang pantatnya seperti kesetanan oleh nikmat yang abnormal itu.

Sepuluh menit berlalu, lubang duburnya Judith rasanya sangat licin sekali, seperti main di vagina saja. Dan Judith meracau mendesah dan menjerit histeris, wajahnya penuh keringat yang meleleh. Kubalikkan tubuhnya, kini Judith sudah tidak melawan lagi, dia hanya tergeletak diam pasrah ketika kualasi bantal di bawah pantatnya. Dia mengangkat kedua kakinya yang direntangkan dan memasukkan lagi rudalku ke dalam lubang duburnya yang sudah terkuak itu. Seluruh batang rudalku basah oleh cairan kuning yang berbuih, itu kotorannya Judith yang separuhnya keluar meleleh dari lubang duburnya itu. Bagi orang yang tidak biasa dengan anal sex ini pasti akan merasa jijik.

Kini wajah kami berhadapan, kupegang kepalanya supaya dia tidak dapat berpaling ke kiri ke kanan. Dan kulumat-lumat bibir-bibirnya, sepasang gunung buahdadanya terguncang-guncang dengan hebatnya, lehernya dan dadanya basah oleh keringatnya yang bercampur baur dengan keringatku. Dan inilah yang namanya kenikmatan surga. Pipi-pipinya telah memerah saga oleh kepanasan. Aku semakin keras lagi menggenjot ketika mengetahui kalau Judith mau mencapai puncak klimaksnya. Seluruh tubuhnya lalu jadi mengejang, dan suaranya tertahan di ujung hidungnya, Judith ini benar-benar histeris pikirku. Mungkin juga dia ini sex maniac.

Judith mulai bergerak lagi dengan napas yang masih tersengal-sengal sambil mendesah.
"Terus ung.. teeeruus.. aku mau keluar lagi..!" desahnya.
Benar saja, Judith kembali menjerit histeris seperti kuntilanak, seluruh tubuhnya kembali mengejang sambil wajahnya menyeringai seperti orang menahan sakit yang luar biasa. Butiran keringatnya jatuh sebesar biji jagung membasahi wajahnya, peluh kami sudah bercampuran. Kupeluk erat-erat tubuhnya yang licin mengkilap oleh keringat itu sambil menggigit-gigit pelan daun telinganya agar dia tambah terangsang lagi.

Akhirnya dia jatuh lemas terkulai tidak berdaya seperti orang mati saja. Tinggal aku yang masih terus berpacu sendiri menuju garis finish. Kubalikkan lagi tubuh Judith tengkurap dan mengangkat pantatnya, tapi tubuhnya jatuh kembali tertelungkup saja, entah apa dia sangat kehabisan tenaga atau memang dia tidak mau main doggy style. Kuganjal lagi bantal di bawah perutnya dan mulai menhajarnya lagi, menindihnya dari atas punggungnya yang basah itu. Tapi keringatnya tetap berbau harum. Napasnya memburu dengan cepatnya seperti seorang pelari.

"Aduh.. aduuh.. aku mau beol.. nich.. cepeet dikeluarin.. nggak tahan nich..! Ituku udah mo keluar nich..!" desahnya.
Dadanya bergerak turun naik dengan cepatnya. Tapi aku tidak perduli, soalnya lagi keenakan, kutanamkan kuat-kuat batang kemaluanku ke dalam lubang pantatnya, dan menyemprotkan spermaku begitu banyaknya ke dalam lubang analnya itu.
"Aduh.. aduuh.., aku mau beol.. nich.. cepeet nggak tahan nich.., udah mo keluar nich..!" desahnya.
"Aaacchhh.. aach..!" Judith menjerit lagi.

Ada dua menit baru kucabut batang kemaluanku. Dan apa yang terjadi, benar saja kotorannya Judith ikut keluar bersama rudalku, dan menghambur padaku. Terasa hangat kotorannya yang mencret itu. Hal itu juga berhamburan pada seprei tempat tidur. Praktis kami berenang di atas kotoran tinjanya yang keluarnya banyak sekali itu. Sementara aku lagi menikmati orgasmeku, kudengar suaranya Judith seperti orang yang sedang sekarat, dan napasnya mendengus. Anehnya aku sama sekali tidak merasa jijik, walaupun aku dengan sudah belepotan oleh tinjanya.

Kami tetap saja berbaring diam sambil terus berpelukan. Napasnya masih tersengal-sengal. Dadanya bergerak naik turun seperti orang yang benar-benar kecapaian. Kucium pipinya yang basah oleh keringatnya, dan menjilati keringat di lehernya yang putih mulus itu. Batinku terasa puas sekali dapat mencicipi tubuh indah ini, walaupun dia ini hanya seorang pelacur saja. Judith pun tetap berbaring diam tidak bergerak walaupun semua bagian bawah tubuhnya sudah berlumuran oleh tinjanya. Dia sepertinya sudah seperti pasrah saja atas semua yang sedang terjadi pada dirinya. Bola matanya menatap kosong ke dinding kamar. Aku membalikkan kepalanya agar menatapku, terus kuhisap bibirnya pelan dan mencium di jidatnya. Tampak senyum di wajahnya, dia seperti senang dengan sikapku ini. Dia menatapku dengan wajah sayu dan letih.